Ifonti.com JAKARTA. Meskipun pertumbuhan ekonomi nasional mencatat angka impresif 5,12% year on year (yoy) pada kuartal II-2025, ada pertanyaan besar yang menggantung di benak para pelaku pasar. Pasalnya, di tengah capaian makro yang menawan tersebut, tidak sedikit emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) justru menghadapi perlambatan kinerja yang signifikan sepanjang tahun 2025 berjalan.
Fenomena kontradiktif ini semakin jelas terlihat dari laporan keuangan emiten penghuni indeks LQ45. Dari sekitar 30 perusahaan yang telah merilis laporan keuangan semester I-2025, mayoritas, yakni 17 emiten, justru melaporkan penurunan laba bersih. Hanya 13 perusahaan yang berhasil membukukan pertumbuhan laba.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy, menyoroti adanya hal yang kontradiktif ketika membandingkan data pertumbuhan domestik bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kinerja indeks sektoral secara year to date (ytd). Ia mengambil contoh sektor konsumsi, baik cyclical maupun non-cyclical, yang disebut BPS sebagai kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi. Ironisnya, sektor ini justru menjadi yang paling rendah return-nya di IHSG.
IHSG Melemah 0,15% ke 7.503 pada Rabu (6/8/2025), AMRT, MBMA, UNVR Top Losers LQ45
Budi menambahkan, sektor pertambangan yang juga disebut BPS berkontribusi besar, nyatanya sektor energi di indeks hanya tumbuh 8% ytd dan bukan yang terbaik. Data BEI per 6 Agustus 2025 membenarkan hal ini, di mana kinerja IDX Consumer Cyclical dan Consumer Non-Cyclical masing-masing turun 6,36% ytd dan 3,47% ytd. Di sisi lain, kinerja IDX Energy memang tumbuh 10,24% ytd, namun bukan yang paling unggul.
VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, bahkan berpandangan bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 dari BPS belum sepenuhnya merefleksikan kondisi riil di lapangan. Ia menggarisbawahi beberapa indikator, seperti penurunan investasi asing dengan outflow asing di IHSG yang mencapai Rp 62 triliun sejak awal tahun, kontraksi di sektor manufaktur, serta minimnya sentimen tematik yang bisa mendorong pasar.
Kendati demikian, Audi menjelaskan bahwa salah satu pendorong utama PDB nasional adalah kinerja ekspor yang melonjak 10,67% yoy. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh langkah antisipatif eksportir yang mempercepat kegiatan penjualan di tengah kekhawatiran akan pemberlakuan tarif impor AS. Namun, ia juga mengingatkan bahwa sentimen pendorong ekspor ini bersifat sementara dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Kamis (7/8)
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga menunjukkan stabilitas dengan pertumbuhan 4,97% yoy, yang terefleksikan secara positif pada pertumbuhan kinerja laba bersih emiten konsumer non-cyclical atau perusahaan kebutuhan pokok sepanjang semester I-2025.
Audi sendiri tetap optimis terhadap proyeksi kinerja emiten-emiten di BEI pada semester II-2025. Optimisme ini didukung oleh beberapa faktor kunci, termasuk potensi pemangkasan suku bunga acuan yang diperkirakan akan terjadi hingga Desember 2025, daya beli masyarakat yang dinilai masih terjaga, serta dampak dari isu eksternal seperti kebijakan tarif dan dinamika geopolitik yang cenderung lebih terbatas. “Hingga saat ini kami masih tetap mempertahankan target level konservatif IHSG hingga akhir 2025 di rentang level 7.700-7.800,” jelasnya.
Namun, proyeksi yang cerah ini dapat meleset jika terjadi perlambatan dalam kebijakan pelonggaran moneter atau kondisi ekonomi makro domestik menunjukkan pelemahan yang signifikan.