Ramalan Terbaru Ekonom soal Pemangkasan Suku Bunga The Fed hingga Akhir Tahun

Ifonti.com , JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), diproyeksikan akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan signifikan. Para ekonom memperkirakan penurunan sebesar 25 basis poin akan terjadi pada pekan depan, diikuti oleh pemangkasan lanjutan pada Desember 2025. Meskipun demikian, konsensus mengenai level suku bunga pada akhir tahun depan masih sangat terpecah.

Menurut jajak pendapat terbaru para ekonom yang dihimpun Reuters pada Rabu (22/10/2025), mayoritas besar – 115 dari 117 ekonom – memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada 29 Oktober 2025. Penurunan ini akan membawa kisaran suku bunga menjadi 3,75%–4,00%. Sementara itu, dua ekonom lainnya memperkirakan pemangkasan yang lebih agresif, yakni 25 basis poin bulan ini ditambah 50 basis poin pada Desember.

Namun, keyakinan terhadap pemangkasan lanjutan pada Desember 2025 mulai menipis, dengan hanya 71% ekonom yang memproyeksikan hal tersebut. Survei ini sendiri dilaksanakan antara tanggal 15 hingga 21 Oktober 2025, mencerminkan pandangan pasar yang dinamis.

Pergeseran pandangan ini cukup mencolok. Hanya sebulan yang lalu, sebagian besar ekonom hanya memperkirakan satu kali pemangkasan suku bunga tambahan pada tahun ini. Perubahan haluan dalam beberapa minggu terakhir mengindikasikan bahwa The Fed berpotensi melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut dari perkiraan sebelumnya.

Di tengah dilema antara risiko inflasi yang masih tinggi akibat tarif impor dan sinyal pelemahan pasar tenaga kerja, The Fed tampak memprioritaskan pemulihan lapangan kerja. Keputusan ini mengikuti langkah mereka bulan lalu untuk menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak Desember tahun lalu.

Keyakinan akan pemangkasan suku bunga semakin kuat di kalangan pelaku pasar keuangan. Mereka bahkan sepenuhnya memasukkan ekspektasi dua kali pemangkasan suku bunga tambahan tahun ini ke dalam kontrak berjangka suku bunga, menunjukkan optimisme pasar terhadap pelonggaran kebijakan.

Sejumlah anggota Federal Open Market Committee (FOMC), termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, secara konsisten menegaskan bahwa fokus utama kebijakan moneter tetap diarahkan pada stabilitas pasar tenaga kerja. Hal ini menjadi barometer penting dalam pengambilan keputusan mereka.

Namun, situasi semakin rumit dengan adanya penutupan pemerintahan AS yang telah berlangsung selama tiga pekan. Kondisi ini menghambat publikasi data resmi mengenai pasar tenaga kerja dan inflasi, memperburuk ketidakpastian dalam menilai prospek ekonomi AS.

Ekonom AS di HSBC, Ryan Wang, menyoroti adanya perbedaan fokus di dalam FOMC. Menurutnya, sekitar setengah dari anggota saat ini lebih memprioritaskan kondisi pasar tenaga kerja, sementara separuh lainnya lebih menyoroti risiko inflasi yang masih ada.

“Kesulitan bagi The Fed adalah menentukan apakah perlambatan pasar kerja disebabkan oleh lemahnya permintaan tenaga kerja atau berkurangnya pasokan tenaga kerja. Faktor ini sangat menentukan arah kebijakan moneter,” lanjut Wang, menekankan kompleksitas di balik keputusan suku bunga.

Data dari sektor swasta terbaru menunjukkan bahwa pemutusan kerja dan perekrutan berlangsung moderat, mengindikasikan bahwa belum ada perubahan drastis yang signifikan di pasar tenaga kerja. Ini memberikan sedikit gambaran di tengah ketiadaan data resmi.

Median hasil survei memprediksi tingkat pengangguran akan bertahan di kisaran 4,3% per tahun hingga 2027. Proyeksi ini relatif stabil dibandingkan bulan lalu, menunjukkan ekspektasi stabilitas dalam jangka menengah.

Sementara itu, target inflasi The Fed sebesar 2% diperkirakan akan tetap berada di atas level tersebut hingga 2027. Data resmi yang tertunda dan dijadwalkan rilis pada 24 Oktober diproyeksikan akan menunjukkan inflasi konsumen naik menjadi 3,1% pada September, dari 2,9% pada Agustus.

Proyeksi suku bunga pada akhir 2026 menunjukkan pandangan yang sangat beragam di kalangan ekonom, dengan tujuh skenario berbeda yang berkisar antara 2,25%–2,50% hingga 3,75%–4,00%. Ketidakpastian ini sebagian besar dipicu oleh spekulasi mengenai siapa yang akan menggantikan Powell setelah masa jabatannya berakhir pada Mei tahun depan.

Survei terpisah mengungkapkan bahwa 76% ekonom meyakini risiko terbesar bagi kebijakan The Fed adalah memangkas suku bunga terlalu dalam di akhir siklus penurunan. Sebuah keputusan yang berpotensi memiliki dampak jangka panjang.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump diketahui terus memberikan tekanan kepada Powell agar melakukan pemangkasan suku bunga secara agresif dalam beberapa bulan terakhir, menambah dimensi politik pada keputusan kebijakan moneter.

“Risikonya, kita bisa melihat lebih banyak penurunan suku bunga tahun depan. Risiko hilangnya independensi The Fed kini lebih besar dibandingkan pemerintahan mana pun sebelumnya,” jelas Brett Ryan, Ekonom Senior AS di Deutsche Bank, menyoroti ancaman terhadap otonomi bank sentral.