Rugi Garuda Indonesia Membengkak, Saham GIAA Justru Terbang

Ifonti.com JAKARTA — Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mencatatkan kerugian yang kian membengkak pada semester I/2025. Ironisnya, di tengah tekanan fundamental tersebut, kinerja saham GIAA justru berhasil terbang lebih tinggi di lantai bursa.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, GIAA membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$143,7 juta atau setara Rp2,33 triliun (mengacu kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS pada 30 Juni 2025) untuk periode semester pertama tahun 2025. Angka kerugian ini melonjak signifikan sebesar 41,36% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$101,65 juta atau Rp1,64 triliun.

Kondisi keuangan GIAA semakin tertekan dengan adanya penurunan pendapatan usaha sebesar 4,47% YoY, menjadi US$1,54 miliar pada semester I/2025, dibandingkan US$1,62 miliar yang tercatat pada semester I/2024. Meskipun beban usaha perseroan sedikit menyusut 1,82% menjadi US$1,5 miliar pada semester I/2025 dari US$1,53 miliar pada semester I/2024, hal tersebut belum cukup menopang profitabilitas GIAA.

Masalah ekuitas negatif juga masih menjadi momok bagi GIAA. Tercatat, total liabilitas perseroan mencapai US$8,01 miliar, jauh melampaui total asetnya yang hanya sebesar US$6,51 miliar per 30 Juni 2025. Akibatnya, GIAA masih terperangkap dalam ekuitas negatif sebesar US$1,49 miliar, sebuah tantangan besar dalam upaya pemulihan finansial.

Menanggapi situasi yang menantang ini, Direktur Niaga Garuda Indonesia, Reza Aulia Hakim, menegaskan bahwa kinerja keuangan yang merugi dan ekuitas negatif menjadi perhatian serius perseroan. Pihaknya berkomitmen untuk menjalankan berbagai strategi komprehensif guna mendongkrak kembali kinerja keuangan GIAA.

“Fokus utama kami tidak hanya membalikkan kinerja menjadi positif, tapi juga memastikan fundamental yang kokoh. Kami berupaya mewujudkan laba positif dan menjaga ekuitas agar tetap pada jalurnya,” ungkap Reza dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (22/9/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Reza memaparkan bahwa GIAA kini tengah fokus pada implementasi program strategis berbasis tiga pilar utama. Pilar pertama adalah evaluasi finansial dan komersial menyeluruh. Pilar kedua, akselerasi kinerja perusahaan melalui efisiensi dan peningkatan operasional. Dan pilar ketiga adalah ekspansi jaringan untuk memperluas jangkauan pasar dan layanan.

: Bos Garuda (GIAA) Ikut Prabowo ke AS untuk Nego Pembelian Pesawat Boeing

Di sisi lain, pergerakan harga saham GIAA di pasar modal justru menunjukkan performa yang cemerlang. Pada perdagangan sesi pertama hari ini, Rabu (24/9/2025), harga saham GIAA berhasil naik 10%, mencapai level Rp99 per lembar. Tren positif ini bukan hanya sesaat; dalam sebulan terakhir, saham GIAA telah menanjak 39,44%. Bahkan, sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025, saham GIAA menguat impresif sebesar 80%, kokoh di zona hijau.

Kenaikan harga saham yang paradoks ini rupanya memiliki landasan kuat. Analis Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, dalam risetnya menjelaskan bahwa meski GIAA masih membukukan kerugian, sentimen positif pasar didorong oleh adanya suntikan modal dari lembaga pengelola investasi negara (sovereign wealth fund) Tanah Air, Danantara.

Garuda Indonesia memang telah mengajukan proposal permintaan dana segar kepada Danantara pada 21 Mei. Proses persetujuan dan pencairan dana membutuhkan waktu dua bulan hingga Danantara secara resmi menyuntikkan modal sebesar US$405 juta atau setara Rp6,65 triliun kepada perseroan.

: Bos Danantara Bertemu Presiden Boeing di New York, Ini yang Dibahas

Dukungan awal dari Danantara ini diberikan dalam bentuk pinjaman pemegang saham (shareholder loan) senilai Rp6,65 triliun, sebagai bagian dari total dukungan pembiayaan yang direncanakan mencapai US$1 miliar. Dari jumlah tersebut, anak usaha GIAA, PT Citilink Indonesia, akan menerima shareholder loan sebesar Rp4,83 triliun, sehingga nilai bersih yang diterima langsung oleh Garuda adalah Rp1,82 triliun.

“Kami yakin perkembangan ini [suntikan dana dari Danantara] menandai langkah penting menuju normalisasi operasional Garuda dan keberlanjutan jangka panjang,” tulis Isfhan dalam risetnya beberapa waktu lalu, optimis terhadap prospek GIAA.

Isfhan lebih lanjut memproyeksikan bahwa suntikan dana dari Danantara ini akan sangat membantu perbaikan struktural dalam profitabilitas GIAA. Ia memperkirakan GIAA akan mampu kembali mencetak laba bersih pada tahun 2029. Selain itu, Isfhan juga memproyeksikan harga saham GIAA masih berpeluang meningkat dengan target jangka panjang di level Rp160 per lembar.

Senada, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, mengemukakan bahwa pergerakan positif saham GIAA sepanjang tahun ini memang didorong oleh kabar mengenai dorongan finansial dari Danantara. Indri menilai suntikan dana tersebut krusial dalam membantu GIAA membalikkan kondisi bisnis dan keuangannya.

Garuda Indonesia (Persero) Tbk. – TradingView

Di sisi lain, menurut Indri, meskipun dalam kondisi merugi, GIAA tetap menunjukkan komitmen tinggi dalam menjaga kualitas pelayanan penerbangan. Hal ini terbukti dari keberhasilan GIAA memberangkatkan 91 ribu jamaah haji dengan tingkat ketepatan waktu (on time performance) sebesar 96,4%, sebuah capaian OTP tertinggi dalam operasional penerbangan haji selama tiga tahun berturut-turut.

“GIAA memiliki peluang besar untuk dapat bangkit dari keterpurukannya, mengingat Presiden RI Prabowo Subianto juga gencar memberikan stimulus berupa penurunan harga tiket pesawat sehingga traffic perjalanan udara berpotensi meningkat dan berdampak positif bagi GIAA,” ujar Indri, menyoroti dukungan kebijakan pemerintah.

Namun demikian, GIAA juga tetap dihadapkan pada tantangan yang tidak bisa diabaikan, yaitu potensi kenaikan harga bahan bakar. Kondisi ini mengingat harga komoditas minyak global saat ini sudah kembali bergerak normal karena pasokan minyak yang masih cukup terjaga, yang dapat menekan kembali beban operasional maskapai.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.