Memasuki tahun 2025, dinamika pasar modal Indonesia menampilkan wajah yang beragam bagi perusahaan yang baru melantai. Ifonti.com melaporkan dari Jakarta bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatatkan 23 perusahaan yang sukses melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO). Meski beberapa saham IPO 2025 ini mencatatkan kenaikan harga yang fantastis, tak sedikit pula yang harus menerima kenyataan pahit dengan penurunan signifikan.
Data BEI menunjukkan bahwa hingga akhir kuartal III tahun 2025, total dana segar yang berhasil dihimpun dari 23 perusahaan IPO ini mencapai Rp15,1 triliun. Angka ini, sayangnya, masih jauh di bawah target ambisius BEI yang menargetkan pencatatan 66 perusahaan baru di sepanjang tahun 2025.
Di antara gejolak pasar tersebut, beberapa emiten baru berhasil mencuri perhatian investor dengan kinerja harga saham yang luar biasa. Ambil contoh PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) yang melantai pada Januari 2025. Pada perdagangan akhir pekan, Jumat (3/10/2025), harga saham RATU telah melonjak 495,65% dari harga IPO-nya, mencapai level Rp6.850 per lembar. Tak kalah fantastis, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) yang IPO pada Juli 2025 mencatatkan kenaikan impresif sebesar 810,53% ke level Rp1.730 per lembar. Puncaknya, PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN), yang juga melakukan IPO pada Juli 2025, membukukan lonjakan harga yang mengagumkan hingga 3.520%, menembus level Rp3.620 per lembar.
Namun, tidak semua saham IPO 2025 bernasib serupa. Beberapa di antaranya justru mengalami koreksi harga yang cukup dalam. PT Raja Roti Cemerlang Tbk. (BRRC), misalnya, harus menyaksikan harga sahamnya merosot 64,29% sejak IPO, kini diperdagangkan di level Rp75 per lembar. Senada, PT Kentanix Supra International Tbk. (KSIX) mengalami penurunan 41,59% ke level Rp264 per lembar, sementara PT Jantra Grupo Indonesia Tbk. (KAQI) terkoreksi 38,14% ke level Rp73 per lembar.
Menanggapi fenomena ini, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa kinerja perusahaan tercatat tidak bisa hanya diukur dari fluktuasi harga saham di pasar sekunder dalam jangka pendek. Dalam pernyataannya pada Jumat (3/10/2025), Nyoman menekankan bahwa indikator kinerja sejatinya tercermin dari kekuatan fundamental perusahaan, implementasi tata kelola yang baik, serta visi strategi bisnis jangka panjang yang jelas.
Nyoman menjelaskan bahwa pergerakan harga saham di pasar sekunder adalah dinamika yang lumrah. Selain faktor permintaan dan penawaran dari investor, banyak elemen lain yang turut mempengaruhi, seperti sentimen pasar, kondisi makroekonomi global, pilihan diversifikasi portofolio investasi ke sektor atau instrumen lain, hingga tingkat likuiditas saham itu sendiri. Oleh karena itu, penurunan harga saham dalam kurun waktu singkat belum tentu mengindikasikan melemahnya kinerja atau kualitas fundamental perusahaan yang baru tercatat.
Demi menjaga kepercayaan investor dan memastikan keberlanjutan perusahaan tercatat, BEI secara aktif memperkuat perannya sebagai fasilitator dan pengawas. Upaya ini diimplementasikan melalui pendampingan serta pengawasan yang berkesinambungan, bertujuan agar perusahaan-perusahaan tersebut senantiasa menjaga kinerja, meningkatkan transparansi, dan patuh terhadap kewajiban keterbukaan informasi. Nyoman menambahkan, BEI juga rutin melakukan evaluasi berkala yang tidak hanya terpaku pada kepatuhan regulasi, melainkan juga pada penerapan praktik tata kelola perusahaan terbaik. Dengan serangkaian langkah ini, BEI bertekad memastikan bahwa standar kualitas IPO di Indonesia tetap tinggi, sehingga perusahaan tercatat dapat menghadirkan nilai tambah jangka panjang yang signifikan bagi para investor.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.