JAKARTA — Harga buyback emas Antam menorehkan rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) terbaru, melesat hingga 70,98% sepanjang periode berjalan tahun 2025 hingga penutupan perdagangan Jumat (17/10/2025).
Berdasarkan data resmi dari Logam Mulia, harga buyback emas Antam hari ini mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp78.000. Dengan demikian, harga penjualan kembali logam mulia tersebut kini bertengger di angka Rp2.334.000, sebuah capaian historis yang mencerminkan gejolak pasar emas global.
Sebagai informasi penting bagi investor, buyback emas adalah mekanisme pembelian kembali emas oleh PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), yang menjadi acuan utama untuk emas berukuran 1 gram. Proses ini meliputi transaksi menjual kembali berbagai bentuk emas, baik itu logam mulia batangan maupun perhiasan. Meskipun harga buyback umumnya lebih rendah dari harga jual saat ini, potensi keuntungan tetap terbuka lebar apabila selisih antara harga jual awal dan harga buyback cukup besar.
Perlu diperhatikan pula bahwa setiap transaksi buyback emas batangan kepada Antam dengan nilai nominal di atas Rp10 juta akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 34/PMK.10/2017, tarif PPh 22 yang berlaku adalah 1,5% bagi pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 3% untuk non-NPWP. Potongan PPh 22 ini akan langsung diberlakukan dari total nilai buyback yang diterima.
Lonjakan harga buyback emas Antam ini tak lepas dari tren pergerakan harga emas global yang juga tengah bergejolak. Diberitakan sebelumnya oleh Bisnis, harga emas dunia kembali mencetak rekor baru, dipicu oleh beragam faktor ekonomi dan geopolitik.
Data dari Bloomberg pada Jumat (17/10/2025) menunjukkan harga emas spot melonjak 2,6% menjadi US$4.316,17 per troy ounce. Tak ketinggalan, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember juga menembus level rekor baru di US$4.328,70 per troy ounce. Sepanjang pekan ini saja, harga emas telah meroket lebih dari 7%, menembus ambang US$4.300 per ounce, melanjutkan reli tajam yang dimulai sejak Agustus lalu. Gelombang permintaan ini bahkan merembet ke logam mulia lainnya, dengan harga perak yang turut melonjak mencapai rekor di atas US$54 per ounce.
Kenaikan fantastis ini disokong oleh kekhawatiran yang kian meningkat terhadap kualitas kredit di sektor keuangan, menyusul terungkapnya masalah kredit yang melibatkan dugaan penipuan pada dua bank regional AS. Kondisi ini memperparah kekhawatiran akan rapuhnya kelayakan kredit sejumlah peminjam, mendorong para investor untuk memburu aset lindung nilai seperti emas dan perak demi mengamankan portofolio mereka.
Selain itu, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter lanjutan oleh Federal Reserve (The Fed) turut menjadi katalis kuat. Pelaku pasar kini semakin yakin akan adanya pemangkasan suku bunga besar oleh The Fed sebelum akhir tahun, terutama setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan bahwa bank sentral berencana menurunkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada bulan ini. Meskipun penutupan sebagian pemerintahan AS sempat menunda rilis data ekonomi penting, penyelesaian krisis fiskal ini diyakini akan segera membuka data yang menunjukkan pelemahan ekonomi. Situasi pelemahan ekonomi ini, yang biasanya diikuti oleh kebijakan moneter longgar, sangat menguntungkan investasi emas karena tidak memberikan imbal hasil bunga.
Tidak hanya itu, kembali memanasnya hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China juga memperkuat sentimen investor terhadap aset safe haven. Ketegangan geopolitik ini mendorong investor untuk mencari perlindungan di tengah ketidakpastian, menjadikan emas sebagai pilihan utama untuk mengamankan nilai aset mereka.