Ifonti.com , JAKARTA – Di tengah kondisi pasar yang penuh gejolak, setiap keputusan investasi kini terasa semakin menantang. Tanpa pola pikir yang tepat, pencapaian tujuan keuangan bisa terhambat, bahkan meleset dari rencana awal yang telah ditetapkan.
Perencana Keuangan Finante, Evelin Candratio, menggarisbawahi pentingnya mempertahankan fokus pada tujuan jangka panjang. Ia menyarankan untuk menghindari keputusan investasi impulsif yang dipicu oleh fluktuasi pasar jangka pendek. Selain itu, riset mandiri yang kuat juga krusial untuk memfilter rekomendasi yang tidak didukung data konkret.
“Terpenting jangan terpancing FOMO [fear of missing out]. Pasar investasi saat ini sangat dinamis dan mudah memicu emosi, terutama di era media sosial. Strategi yang paling penting adalah tetap rasional dan berpegang pada rencana investasi yang sudah dibuat,” jelas Evelin saat dihubungi Bisnis, dikutip Sabtu (6/9/2025), menekankan pentingnya disiplin.
: Manajer Investasi Tersangkut Korupsi Asabri, Agen Perketat Filter Peredaran Produk Reksa Dana
Bagi Evelin, diversifikasi portofolio adalah kunci utama untuk menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian geopolitik global dan potensi perlambatan ekonomi. Strategi ini membantu melindungi aset dari risiko yang tidak terduga.
Pertama, disarankan untuk menjadikan aset safe haven sebagai bagian dominan dalam portofolio Anda. Instrumen berisiko rendah ini dapat memberikan stabilitas dan menjadi bantalan saat pasar saham atau aset berisiko lainnya mengalami penurunan. Contoh aset safe haven meliputi emas, obligasi pemerintah (SBN), deposito, dan reksa dana pasar uang.
: : Investasi SR023 di Permata Bank, Dapat Cashback hingga Rp43,9 Juta
“Emas memiliki prospek yang sangat cerah di tengah tren penurunan suku bunga dan melemahnya dolar AS. Emas ideal untuk investasi jangka panjang sebagai pelindung nilai terhadap inflasi dan gejolak pasar,” urai Evelin. Mengacu pada prediksi harga global dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga emas domestik diproyeksikan bisa mencapai Rp2.150.000 hingga Rp2.250.000 per gram pada akhir tahun 2025. Proyeksi ini menunjukkan potensi kenaikan yang signifikan dari level saat ini.
: : Jurus Manajer Investasi Optimalkan Cuan saat Yield Obligasi dalam Tren Penurunan
Kedua, tetap alokasikan perhatian pada aset berisiko menengah untuk menjaga potensi pertumbuhan portofolio. Ini bisa berupa saham blue chip di sektor-sektor yang fundamentalnya kuat, reksa dana pendapatan tetap, atau reksa dana campuran.
“Meskipun pasar saham bisa volatil, ada sektor-sektor tertentu yang tetap memiliki prospek cerah, terutama di pasar domestik. Misalnya, sektor perbankan dan keuangan cenderung stabil dan solid. Perbankan besar justru menjadi pilihan yang aman karena fundamental yang kuat dan pembagian dividen yang rutin,” tambah Evelin. Selain itu, sektor konsumer juga patut diperhitungkan, terutama dengan melihat daya beli masyarakat dan permintaan barang esensial yang cenderung stabil terlepas dari kondisi ekonomi. Tak ketinggalan, sektor energi dan infrastruktur menarik perhatian, didorong oleh fokus pemerintah pada pembangunan dan transisi energi, yang berpotensi menciptakan peluang investasi jangka panjang yang signifikan.
Terakhir, apabila masih tersedia “uang dingin” atau dana cadangan yang tidak terpakai, tidak ada salahnya melirik beberapa kelas aset dengan golongan berisiko tinggi. Langkah ini bertujuan untuk menggenjot potensi keuntungan maksimal, meski dengan risiko yang lebih besar.
“Contohnya, saham dari sektor-sektor yang sedang booming, seperti teknologi AI, energi terbarukan, atau kesehatan. Bisa juga masuk ke instrumen terkait kripto, namun dengan alokasi yang kecil saja,” tutup Evelin, mengingatkan tentang pentingnya manajemen risiko bahkan pada aset berpotensi tinggi sekalipun.
Ringkasan
Di tengah pasar yang bergejolak, diversifikasi portofolio menjadi kunci investasi aman. Evelin Candratio dari Finante menyarankan untuk fokus pada tujuan jangka panjang dan menghindari keputusan impulsif. Diversifikasi dilakukan dengan mengalokasikan dana pada aset safe haven seperti emas, obligasi pemerintah (SBN), deposito, dan reksa dana pasar uang untuk menjaga stabilitas.
Selain aset aman, alokasikan juga pada aset berisiko menengah seperti saham blue chip di sektor perbankan, keuangan, konsumer, energi, dan infrastruktur. Jika ada dana lebih, pertimbangkan aset berisiko tinggi seperti saham sektor teknologi AI, energi terbarukan, kesehatan, atau instrumen kripto, tetapi dengan alokasi kecil dan manajemen risiko yang ketat.