Ifonti.com , JAKARTA — Indeks harga saham gabungan yang lompat hingga menyentuh level tertinggi sepanjang masa (ATH) didorong oleh saham-saham lapis kedua dan konglomerat. Sementara emiten yang dikenal memiliki fundamental kuat tertinggal di belakang. Atas kondisi ini, JP Morgan memperkirakan saham-saham lapis utama baru akan rebound pada 2026 mendatang.
Head of Indonesia Research and Strategy JP Morgan Henry Wibowo menjelaskan saat ini gap pertumbuhan antara IHSG, LQ45, dan MSCI Indonesia cukup besar, mencapai 10%-15%. Menurutnya, terdapat saham-saham yang dengan kenaikan tinggi di IHSG yang tidak ada di LQ45 atau MSCI Indonesia.
“Mau saham lapis satu atau dua, mau sektor A, B, C, yang paling penting adalah kembali lagi ke fundamental pertumbuhan laba,” ujar Henry, pada Media Briefing JP Morgan Indonesia di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
: Kalender Rapat FOMC September-Desember 2025 Hingga 2026, Penentu Suku Bunga Acuan The Fed
Henry menjelaskan tahun ini, rata-rata pertumbuhan laba di emiten-emiten pasar modal adalah minus 5%. Artinya dari sisi bottom line, lompatan di IHSG adalah pertumbuhan yang lemah.
: : Harga Emas Hari Ini (4/9) di Pasar Spot Saat Goldman Sachs Ramal Capai US$5.000
IHSG. – TradingView
Akan tetapi, untuk tahun depan Henry memperkirakan rata-rata pertumbuhan laba dapat rebound 5%-10%. Dia mengekspektasikan pertumbuhan ini akan didorong oleh belanja pemerintah yang naik terutama kemampuan eksekusi belanja yang lebih baik oleh pemerintah.
: : Daftar Lengkap Pinjol Legal OJK September 2025, Sudah Cairkan Kredit Rp84,66 Triliun
Henry optimistis kinerja sektor-sektor seperti perbankan, konsumer, dan telekomunikasi dapat melakukan rebound.
Sementara, naiknya saham-saham konglomerat belakangan ini menurut Henry didorong oleh masuknya saham-saham ini ke indeks internasional seperti MSCI dan FTSE. Kedua indeks ini menurutnya banyak diikuti oleh investor asing.
“Kalau ada saham di negara emerging market seperti Indonesia yang masuk ke indeks tersebut, itu masuk ke radar investor global. Ada passive flow yang masuk ke saham tersebut kalau masuk indeks,” tuturnya.
CEO & Senior Country Officer JP Morgan Indonesia Gioshia Ralie menjelaskan sampai kuartal II/2025, pendapatan positif dari sektor-sektor di Bursa hanya berasal dari sektor real estate dan healthcare. Selebihnya, kata dia, sektor-sektor lainnya tumbuh negatif.
“Itu yang membuat indeks kita tidak perform. Tapi itu semua sudah masuk ekspektasi, karena volatilitas di market cukup besar, yang berhubungan dengan rupiah, suku bunga yang tidak turun, daya beli masyarakat yang terdampak, itu mencerminkan profit dari perusahaan-perusahaan di Bursa tertekan,” kata Gioshia.
Lebih lanjut, Gioshia menjelaskan appetite dari investor asing terhadap Indonesia masih cukup baik, meskipun terjadi demonstrasi pada akhir Agustus lalu. Dia menuturkan, apabila pemerintah merespons baik tuntutan demonstran, maka akan menjadi sentimen yang baik bagi Indonesia.
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.