Obligasi Tetap Menarik: Peluang Investasi Saat BI-Rate Turun

JAKARTA – Prospek penerbitan obligasi korporasi di Indonesia menunjukkan geliat positif meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) saat ini cenderung rendah. Hal ini menandakan masih adanya peluang signifikan bagi perusahaan untuk menghimpun dana melalui surat utang di sisa tahun 2025, seperti dilansir oleh Ifonti.com. Optimisme ini didukung oleh kebutuhan pendanaan yang terus meningkat di berbagai sektor.

Hingga saat ini, pasar surat utang di Bursa Efek Indonesia telah mencatat penerbitan 126 emisi obligasi dari 66 penerbit yang berbeda. Dari aksi korporasi tersebut, dana segar yang berhasil dihimpun mencapai angka fantastis, yakni Rp145,5 triliun. Angka ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap stabilitas dan potensi pertumbuhan obligasi korporasi sebagai instrumen investasi yang menarik.

Data pipeline Bursa Efek Indonesia per 4 September 2025 juga mengindikasikan prospek yang cerah. Tercatat masih ada 14 emisi obligasi yang siap diluncurkan hingga akhir tahun 2025. Sektor finansial menjadi dominator utama dalam rencana penerbitan ini, dengan menyumbang 5 emisi obligasi. Dengan demikian, total emisi obligasi yang diperkirakan akan terbit sepanjang tahun 2025 diproyeksikan mencapai 140 emisi, menunjukkan aktivitas pasar yang sangat dinamis.

Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menjelaskan bahwa rendahnya suku bunga acuan saat ini memiliki korelasi kuat dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan oleh perusahaan. Kebutuhan ini tidak hanya terbatas pada obligasi korporasi, tetapi juga termasuk kredit perbankan. Selain itu, Rully juga menyoroti adanya peningkatan kebutuhan pendanaan musiman menjelang akhir tahun, khususnya untuk menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru pada Desember 2025.

“Untuk menjelang akhir tahun, biasanya memang ada semacam seasonal increase, untuk baik kredit maupun penerbitan obligasi korporasi,” ungkap Rully pada Selasa (23/9/2025), menegaskan tren peningkatan aktivitas pembiayaan di periode tersebut. Fenomena ini memberikan momentum positif bagi emiten yang ingin memperkuat modal kerjanya.

Sebagai contoh nyata, PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) atau KB Bank baru-baru ini berhasil menghimpun dana segar melalui penerbitan Obligasi Berkelanjutan II KB Bank Tahap II Tahun 2025. Obligasi ini memiliki jumlah pokok senilai Rp2,15 triliun. Aksi korporasi ini merupakan bagian integral dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan II KB Bank yang menargetkan total dana Rp3 triliun. Sebelumnya, pada tahap I di tahun yang sama, KB Bank telah sukses menerbitkan obligasi senilai Rp136,01 miliar.

Penerbitan obligasi merupakan salah satu strategi utama bagi perusahaan untuk menggalang dana dari investor. Obligasi dapat diibaratkan sebagai perjanjian pinjaman antara perusahaan dengan investor. Investor memberikan sejumlah uang kepada perusahaan untuk jangka waktu tertentu, dan sebagai imbalannya, investor menerima pembayaran bunga secara berkala. Ketika obligasi jatuh tempo, perusahaan berkewajiban membayar kembali pokok pinjaman kepada investor. Keputusan untuk menerbitkan obligasi, alih-alih memilih metode penggalangan dana lain, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perbandingan dengan suku bunga bank dan potensi penyerapan pasar.

Ringkasan

Prospek obligasi korporasi di Indonesia menunjukkan tren positif di sisa tahun 2025, didorong oleh rendahnya suku bunga acuan BI dan meningkatnya kebutuhan pendanaan perusahaan. Pasar surat utang telah mencatat 126 emisi obligasi dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp145,5 triliun, menunjukkan kepercayaan investor terhadap instrumen ini.

Data pipeline Bursa Efek Indonesia mengindikasikan adanya 14 emisi obligasi yang siap diluncurkan hingga akhir tahun, didominasi oleh sektor finansial. Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menjelaskan bahwa kebutuhan pembiayaan meningkat seiring dengan rendahnya suku bunga dan adanya kebutuhan pendanaan musiman menjelang akhir tahun. Sebagai contoh, Bank KB Bukopin baru-baru ini menerbitkan obligasi senilai Rp2,15 triliun.