Saham Teknologi Jatuh, Wall Street Terseret Aksi Jual Investor

Ifonti.com , SURABAYA — Bursa saham Amerika Serikat (AS) terperosok dalam pada perdagangan Selasa (5/11/2025) waktu setempat. Penurunan signifikan ini dipicu oleh serangkaian peringatan dari sejumlah bank investasi besar mengenai potensi kemerosotan pasar, di tengah mencuatnya kekhawatiran atas valuasi saham yang dinilai terlalu tinggi dan tidak berkelanjutan.

Menurut laporan Reuters pada Rabu (5/11/2025), ketiga indeks utama Wall Street kompak merana. Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 257,15 poin atau 0,54%, menetap di level 47.079,53. Senada, indeks S&P 500 anjlok 66,08 poin atau 0,96% ke posisi 6.785,89. Sementara itu, Nasdaq Composite mengalami tekanan paling berat, merosot 376,37 poin atau 1,58%, mengakhiri perdagangan di 23.458,35.

Sektor teknologi menjadi aktor utama di balik kemerosotan ini, mencatatkan pelemahan sekitar 1,9% dan menjadi penekan terbesar di antara 11 sektor utama dalam S&P 500. Kontras dengan hal tersebut, sektor kebutuhan pokok konsumen justru menunjukkan ketahanan dengan mencatatkan penguatan.

: Danantara Patok Saham 30% dalam Proyek Sampah jadi Listrik

Pergerakan negatif ketiga indeks utama Wall Street ini tak lepas dari peringatan keras para pimpinan perusahaan investasi. CEO Morgan Stanley dan Goldman Sachs secara terpisah telah mengisyaratkan potensi terbentuknya gelembung di pasar saham. Peringatan ini semakin relevan mengingat reli panjang S&P 500 yang sebelumnya mencatat rekor tertinggi beruntun, didorong kuat oleh euforia terhadap kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI).

Tak mengherankan, saham-saham teknologi, khususnya yang terkait AI, menjadi kontributor terbesar penurunan di Nasdaq. Bahkan, enam dari tujuh saham unggulan berbasis AI yang dikenal sebagai kelompok “Magnificent Seven” harus berakhir di zona merah.

: : Tunggak Pajak, Anak Buah Menkeu Purbaya di DJP Sumut I Blokir 310 Rekening

Di tengah ketidakpastian ini, para pelaku pasar kini menanti dengan cermat laporan kinerja keuangan dari raksasa teknologi seperti Advanced Micro Devices (AMD) dan Super Micro Computer. Laporan yang akan dirilis setelah penutupan perdagangan ini sangat dinanti untuk mengukur prospek dan keberlanjutan reli saham-saham AI ke depan.

Sentimen negatif ini semakin diperkuat oleh pernyataan CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, yang sebelumnya telah memperingatkan potensi koreksi pasar yang signifikan. Menurut Dimon, koreksi tersebut bisa terjadi dalam kurun waktu enam bulan hingga dua tahun ke depan, terutama akibat meningkatnya ketegangan geopolitik global.

: : Iuran BPJS Kesehatan Terbaru untuk Pekerja Swasta, Peserta Mandiri Kelas I, II, dan III, BUMN, PNS, TNI, Hingga Polri

Namun, di tengah gelombang kekhawatiran, Thomas Martin, seorang Senior Portfolio Manager di Globalt, menawarkan perspektif yang menenangkan. Menurutnya, koreksi pasar adalah fenomena yang wajar dalam siklus investasi. “Jika dalam 12 hingga 24 bulan ke depan pasar mengalami koreksi 10%–20%, itu adalah hal yang sangat normal,” jelas Martin.

Martin menambahkan, sejarah pasar menunjukkan adanya fase koreksi dan pemulihan yang berulang. “Koreksi tidak serta-merta berarti pasar tidak akan pulih. Ini bukan seperti penurunan 10% yang kemudian akan bertahan di level rendah. Hari-hari pelemahan hanyalah bagian tak terpisahkan dari siklus pasar yang normal,” tegasnya, menyoroti sifat dinamis pasar keuangan.

Faktor lain yang turut memicu ketidakpastian adalah penutupan sebagian pemerintahan AS akibat kebuntuan anggaran di Kongres, yang berpotensi memecahkan rekor durasi terpanjang. Situasi ini diperparah dengan minimnya data ekonomi resmi, memaksa pelaku pasar untuk lebih mengandalkan data swasta, seperti indeks ketenagakerjaan ADP yang dijadwalkan rilis pada Rabu waktu setempat.

Selain itu, pernyataan dari para pejabat Federal Reserve juga menjadi sorotan utama. Investor dan analis mencari petunjuk arah kebijakan moneter bank sentral di tengah langkanya indikator ekonomi utama yang biasanya menjadi acuan.

Di tengah semua ketegangan ekonomi makro ini, pelaksanaan pemilihan lokal di New York, serta pemilihan gubernur di New Jersey dan Virginia, turut menambah lapisan dinamika dalam pengambilan keputusan investor, menyiratkan potensi pergeseran kebijakan atau sentimen lokal.