Saham Tertekan Hampir 19% YTD, BCA Sebut Belum Ada Rencana Buyback

Meskipun kinerja harga sahamnya menunjukkan koreksi signifikan sepanjang tahun berjalan 2025 (YTD), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menegaskan belum memiliki rencana untuk melakukan aksi share buyback atau pembelian kembali saham. Hal ini menjadi perhatian publik di tengah dinamika pasar modal.

Berdasarkan data Bloomberg, harga saham BBCA telah tergerus hampir 19% sejak awal tahun. Kendati demikian, bank milik Grup Djarum ini memilih untuk bersikap hati-hati, menyerahkan pergerakan harga saham pada mekanisme pasar alih-alih intervensi lebih lanjut.

SVP Investor Relations BCA, Rudy Budiardjo, menjelaskan bahwa perseroan baru saja melaksanakan aksi buyback pada Maret 2025 lalu, saat harga saham juga mengalami koreksi. Namun, untuk kondisi pasar saat ini, manajemen berpandangan bahwa strategi terbaik adalah membiarkan dinamika pasar berjalan alami. “Pada saat ini kita belum memiliki rencana untuk melakukan share buyback,” tegas Rudy dalam Public Expose Live, Kamis (11/9/2025).

Di tengah volatilitas pasar yang tinggi, Corporate Secretary BCA, Ketut Alam Wangsawijaya, menyoroti adanya pergeseran signifikan dalam komposisi investor. Ia mengungkapkan bahwa jumlah investor ritel domestik telah meningkat drastis hingga sekitar 409.000, mengindikasikan adanya kesempatan yang diambil oleh investor lokal. “Ini menunjukkan ada sedikit pergeseran dari komposisi asing ke domestik. Ini merupakan suatu hal yang wajar,” terang Ketut, menggambarkan adaptasi pasar terhadap kondisi terkini.

Wakil Presiden Direktur BCA, John Kosasih, meyakinkan publik bahwa fundamental kinerja BCA tetap kokoh dan terjaga. Hal ini tercermin dari kesehatan neraca keuangan perseroan serta likuiditas yang senantiasa prima. John menambahkan, “Aspek permodalan kita juga terjaga dengan baik pada tingkat yang sangat-sangat memadai untuk menopang kebutuhan dan juga ekspansi bisnis ke depan,” menggarisbawahi kapasitas bank dalam mendukung pertumbuhan usaha di masa mendatang.

Lebih lanjut, John juga memastikan kualitas aset BCA tetap dalam kondisi terbaik. Per Juni 2025, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) berada di level 2,2%, sementara Loan at Risk (LAR) tercatat 5,7%. Untuk mengantisipasi risiko, NPL coverage mencapai 167% dan LAR coverage sekitar 68%. “Ini juga terus mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” jelasnya, menandakan perbaikan berkelanjutan dalam manajemen risiko.

Solidnya fundamental tersebut tercermin pula dari capaian laba bersih konsolidasi BBCA pada paruh pertama 2025, yang mencapai Rp29 triliun. Angka ini melonjak 8% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp26,9 triliun. Selain itu, dari sisi penghimpunan dana, BBCA mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 5,7% YoY, mencapai Rp1.190 triliun per Juni 2025. Kontribusi simpanan giro dan tabungan atau dana murah (CASA) sangat dominan, sebesar 82,5% dari total simpanan perseroan, dengan nilai Rp982 triliun yang tumbuh 7,3% YoY.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.