JAKARTA – Pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), khususnya Wall Street, pada pekan ini akan sangat dipengaruhi oleh simposium tahunan The Fed di Jackson Hole. Investor menanti sinyal arah pemangkasan suku bunga yang berpotensi mendorong indeks saham ke rekor baru.
Melansir Reuters pada Senin (18/8/2025), pertemuan tahunan ini digelar setelah data harga konsumen dan produsen AS pekan lalu menunjukkan sinyal beragam. Data tersebut mencerminkan ketahanan ekonomi AS di tengah gempuran tarif impor besar-besaran yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Puncak acara akan tiba pada Jumat (22/8/2025), saat Ketua The Fed Jerome Powell dijadwalkan menyampaikan pidato penting. Momen ini menjadi krusial mengingat minimnya rilis data ekonomi lainnya pada pekan tersebut, menjadikan komentar Powell sebagai pedoman utama pasar.
Meskipun data terbaru mengindikasikan konsumsi tetap tangguh dan pasar tenaga kerja belum sepenuhnya melemah, sebagian investor merasa cemas. Mereka khawatir Powell akan meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam beberapa minggu ke depan. Ekspektasi pelonggaran kebijakan inilah yang selama ini menopang reli indeks saham Wall Street ke level tertinggi baru, meskipun indikator inflasi belum sepenuhnya terkendali.
“Kita bisa saja menghadapi momen penting tahun ini. Bagaimana jika Powell justru tampil hawkish, sementara pasar berharap dia dovish?” ujar Steven Sosnick, market strategist di IBKR, mengutarakan kekhawatirannya.
Saat ini, pasar berjangka masih memperkirakan Federal Open Market Committee (FOMC) akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin setidaknya dua kali lagi pada tahun 2025, dimulai dari pertemuan pertengahan September. Sektor-sektor yang paling diuntungkan dari biaya pinjaman yang lebih rendah belakangan ini telah menjadi primadona di Wall Street, demikian menurut Andrew Slimmon, Head of Applied Equity Advisors Morgan Stanley Asset Management.
“Ini semua tentang emiten konstruksi perumahan, saham siklikal, industri, dan perusahaan bahan baku,” kata Slimmon. Saham raksasa perumahan seperti PulteGroup, Lennar, dan D.R. Horton bahkan mencatat kenaikan signifikan antara 4,2% hingga 8,8% sepanjang pekan lalu, jauh melampaui kenaikan 1% pada indeks S&P 500. Dalam sebulan terakhir, kelompok ini melesat 15%–22%, berbanding kenaikan 3,3% pada S&P 500.
Namun, keberlanjutan reli sektor-sektor tersebut sangat bergantung pada tren penurunan suku bunga KPR, yang kini kembali diragukan setelah imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun kembali naik. Slimmon menegaskan, lonjakan sektor perumahan mencerminkan keyakinan pasar yang kuat bahwa The Fed akan memangkas suku bunga. “Itu berarti jika Powell memberi sinyal sebaliknya di Jackson Hole, pasar akan rentan mengalami aksi jual yang signifikan,” imbuhnya.
Agar pasar tetap stabil, Powell harus berhati-hati dalam menyampaikan pesannya. Ia perlu menekankan bahwa ekonomi AS berada pada posisi ideal—tidak terlalu panas, namun juga tidak mendekati resesi, menurut Ashwin Alankar, Head of Global Asset Allocation di Janus Henderson. “Dia tidak bisa membuat pasar panik dengan mengatakan ekonomi membutuhkan stimulus besar-besaran,” kata Alankar.
Beberapa analis mulai melihat pergeseran sentimen. Thierry Wizman, global FX and rates strategist Macquarie Group, menyebut bahwa hingga Rabu lalu masih ada pembicaraan mengenai kemungkinan “mega cut”, tetapi kini ekspektasi lebih realistis mengarah pada pemangkasan dovish di September. Selain tingginya valuasi pasar saham dan berakhirnya musim laporan kinerja kuartal II, turunnya indeks volatilitas Cboe (VIX) ke level terendah tahun ini menjadikan komentar Powell lebih krusial sebagai panduan investor di tengah periode sepi sentimen.
“Kalender pasar kian sepi,” ujar Jeff Blazek, co-chief investment officer multi-asset di Neuberger Berman, menyoroti minimnya pemicu pasar lainnya.
Namun, risiko terbesar justru terletak pada euforia pasar yang belakangan ini cenderung mengabaikan serangkaian sentimen negatif, bahkan menyingkirkan dampak kejatuhan tajam akibat tarif impor pada April lalu. “Semakin percaya diri pasar menjelang Jackson Hole, semakin besar pula risiko reaksi negatif yang bisa memicu gejolak,” pungkas Sosnick, memperingatkan potensi volatilitas.