Ifonti.com, JAKARTA — Arah kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2026 menjadi sentimen pendorong utama bagi saham-saham emiten rokok. Pada perdagangan Selasa (16/9/2025) hari ini, mayoritas saham produsen rokok menunjukkan penguatan signifikan.
Berdasarkan data Bloomberg, saham PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), PT H.M Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM), dan PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) kompak menguat tajam hingga pukul 11.00 WIB. Saham HMSP memimpin reli penguatan, meroket 9,91% ke level Rp610 per saham, disusul saham WIIM yang melonjak 9,64% ke level Rp910.
Senada, saham GGRM turut melaju 9,41% ke posisi Rp10.175, dan saham ITIC naik 6,56% di level Rp260 per saham. Penguatan ini mengindikasikan respons positif pasar terhadap sinyal kebijakan yang berpotensi meringankan beban industri.
Optimisme pasar ini muncul setelah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang membuka kemungkinan adanya penyesuaian tarif. Seperti diberitakan Bisnis, Menkeu Purbaya menegaskan bahwa pemerintah masih melakukan kajian menyeluruh terkait kebijakan tarif cukai rokok untuk tahun mendatang, dengan peluang penurunan tarif tetap terbuka lebar, namun sangat bergantung pada hasil analisis mendalam di lapangan.
“Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu,” ungkap Purbaya usai rapat terbatas Stimulus Ekonomi di Kantor Presiden pada Senin (15/9/2025), memberikan harapan bagi para pelaku industri.
Lebih lanjut, Purbaya juga menyoroti dugaan praktik kecurangan dalam peredaran cukai rokok palsu. Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk menelusuri lebih jauh potensi kebocoran penerimaan negara akibat aktivitas ilegal ini. “Katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya? Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak,” tegasnya, mengisyaratkan bahwa pemberantasan rokok ilegal bisa menjadi kunci dalam menstabilkan penerimaan negara dan memungkinkan ruang fiskal untuk penyesuaian tarif cukai yang lebih rasional.
Purbaya menambahkan bahwa arah kebijakan cukai rokok final akan ditentukan setelah evaluasi komprehensif selesai dilakukan. “Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan,” tandas Purbaya, menegaskan pendekatan berbasis data dan fakta di lapangan akan menjadi landasan utama.
Di tengah dinamika kebijakan ini, usulan moratorium atau penundaan kenaikan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun kembali mengemuka. Desakan ini muncul seiring dengan laporan efisiensi yang dilakukan oleh sejumlah pabrikan rokok, termasuk PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), yang menandakan tekanan serius di industri.
Menanggapi kondisi industri, Ekonom Senior dan Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Wijayanto Samirin mengemukakan bahwa industri hasil tembakau (IHT) menghadapi tekanan berat. Tekanan ini dipicu oleh pelemahan daya beli masyarakat, maraknya peredaran rokok ilegal, serta penerapan kebijakan cukai yang dinilai eksesif.
“Kebijakan CHT perlu dipertimbangkan ulang timing-nya, ekonomi sedang sulit, fiskal juga sedang sangat menantang. Yang juga perlu difokuskan adalah pemberantasan rokok ilegal,” kata Wijayanto dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025). Oleh karena itu, Apindo menilai usulan moratorium CHT yang diajukan oleh kalangan buruh perlu mendapat perhatian serius guna memberikan ruang bagi industri untuk pulih dari keterpurukan ekonomi dan tekanan regulasi.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.