The Fed Pangkas Suku Bunga: Saham Properti & Keuangan Terjun Bebas!

Ifonti.com, JAKARTA — Kabar penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, dan Bank Indonesia (BI) pada September 2025 justru memicu reaksi negatif di pasar saham. Indeks saham sektor keuangan dan properti mencatatkan penurunan setelah pengumuman tersebut.

The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,00%–4,25% pada Kamis, 17 September 2025. Sementara itu, BI juga melakukan pemangkasan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan September.

Anehnya, di tengah kebijakan pelonggaran moneter ini, indeks saham properti dan keuangan justru bergerak berlawanan arah. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan indeks properti turun 0,05% dan indeks keuangan terkoreksi 0,59% pada perdagangan sesi pertama.

Kendati demikian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatatkan penguatan sebesar 0,27% dan bertengger di level 8.046,60. Kenaikan ini terutama didorong oleh saham-saham grup Barito milik Prajogo Pangestu, seperti BRPT, CUAN, PTRO, dan BREN.

Analis pasar modal, Reydi Octa, sebelumnya telah memperkirakan bahwa reli IHSG sudah cukup tinggi menjelang pengumuman The Fed. Ia juga mewanti-wanti tentang risiko aksi ambil untung (profit taking) setelah pengumuman tersebut, meskipun penguatan sebelumnya didorong oleh aliran dana asing.

“Risiko sell on news sangat mungkin terjadi, terutama bagi para trader jangka pendek yang ingin memanfaatkan volatilitas dari pengumuman suku bunga BI dan The Fed,” ungkapnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Reydi Octa menyoroti bahwa arus dana asing yang masuk ke pasar saham domestik belum bisa dikatakan deras. Meskipun investor asing mencatatkan net buy harian, secara kumulatif sepanjang tahun berjalan masih terjadi net sell sebesar Rp61,2 triliun hingga hari kemarin.

“Ini mengindikasikan bahwa masuknya dana asing belum terstruktur dan masif. Kemungkinan besar, ini bersifat taktis karena IHSG mungkin belum menjadi tujuan utama investasi asing,” jelas Reydi.

Dalam proyeksinya, Reydi menyebutkan bahwa saham sektor big banks, properti, dan konsumer akan paling rentan terhadap koreksi jika terjadi aksi ambil untung, terutama karena ekspektasi penurunan suku bunga di masa depan.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa pasar akan terus mencermati dinamika keputusan The Fed, mulai dari rilis laporan The Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting Minutes, keputusan suku bunga, hingga FOMC Economic Projections.

Nafan juga menjelaskan bahwa pasar sempat berharap The Fed akan mengambil kebijakan pelonggaran moneter yang agresif dengan menurunkan suku bunga hingga 50 bps pada September 2025.

Namun, The Fed di bawah kepemimpinan Jerome Powell diperkirakan akan lebih berhati-hati mengingat tekanan inflasi yang masih berlanjut, yang tercermin dari data indeks harga konsumen AS (US CPI) dan indeks belanja konsumsi personal (US PCE).

“Dengan kondisi ini, The Fed kemungkinan hanya akan memangkas 25 bps. Hal ini berpotensi memicu aksi sell on news di pasar,” pungkas Nafan kepada Bisnis.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Penurunan suku bunga acuan oleh The Fed dan Bank Indonesia pada September 2025 justru memicu reaksi negatif di pasar saham, khususnya pada sektor keuangan dan properti. Indeks saham properti turun 0,05% dan indeks keuangan terkoreksi 0,59% meskipun IHSG mencatatkan penguatan sebesar 0,27% yang didorong oleh saham-saham grup Barito.

Analis pasar modal, Reydi Octa, memperkirakan risiko aksi ambil untung (profit taking) setelah pengumuman tersebut, terutama bagi para trader jangka pendek. Ia juga menyoroti bahwa arus dana asing yang masuk ke pasar saham domestik belum bisa dikatakan deras dan bersifat taktis. Saham sektor big banks, properti, dan konsumer akan paling rentan terhadap koreksi jika terjadi aksi ambil untung.