Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk kuartal II/2025 yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy) diyakini membawa angin segar bagi pasar saham. Kinerja ekonomi yang melampaui ekspektasi ini diharapkan dapat menjadi katalis positif, terutama setelah periode lesu yang sempat dialami pasar saham pada awal tahun.
Herald van der Linde, Head of Equity Strategy Asia Pacific dari HSBC Global Research, menyatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang melejit di atas perkiraan sebagian besar ekonom dan analis ini berpotensi mendorong kembalinya aliran modal asing maupun dalam negeri ke pasar saham Tanah Air. Menurut Herald, pemulihan ini sangat krusial mengingat pasar saham Indonesia sempat mencatatkan kinerja terburuk di antara pasar saham global pada awal 2025.
Meskipun demikian, sinyal pemulihan mulai terlihat sejak awal April 2025, dengan akselerasi signifikan menuju akhir Juni dan awal Juli. Herald menjelaskan bahwa beberapa faktor sempat membingungkan pasar di awal tahun, salah satunya adalah isu pembentukan superholding BUMN, yakni Daya Anagata Nusantara (Danantara). “Ada beberapa isu yang sedikit membingungkan pasar, contohnya pembentukan Danantara dan beberapa hal lain. Kami membayangkan apa saja dampak-dampaknya kepada pasar saat itu,” ujarnya dalam media briefing daring pada Jumat (8/8/2025).
Terlepas dari gejolak di awal tahun, Herald menilai ekuitas Indonesia tetap menarik bagi investor. Salah satu buktinya adalah kinerja pasar saham RI yang kini telah menunjukkan peningkatan signifikan atau rebound. Faktor lain yang menarik perhatian Herald adalah deretan perusahaan yang baru saja melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO) beberapa bulan terakhir. Uniknya, emiten-emiten baru ini tidak didominasi oleh saham berkapitalisasi besar (big cap), melainkan justru oleh saham berkapitalisasi sedang (mid cap).
Beberapa sektor yang menonjol dan berkontribusi pada dorongan pasar adalah perusahaan energi yang baru tercatat, serta emiten yang terkait dengan teknologi seperti AI dan pusat data. Sebagai contoh, PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) disebutkan telah menunjukkan kinerja yang sangat baik. Herald juga menyoroti peran dominan investor domestik dan ritel dalam aktivitas perdagangan saham di BEI. “Indonesia menyumbang sekitar 50% dari seluruh perdagangan selama beberapa bulan terakhir. Jadi, sampai batas tertentu, ini merupakan kisah domestik terkait pemulihan yang telah kita saksikan,” terangnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Herald mengungkapkan bahwa investor asing saat ini masih dalam mode “menunggu dan melihat” pasca-gejolak di awal tahun. Meskipun investor asing yang telah membeli saham di pasar Indonesia awal tahun ini berat untuk menjual, sebagian besar cenderung mempertahankan kepemilikan mereka seiring dengan sinyal pemulihan yang mulai membangun kepercayaan. Oleh karena itu, ia memperkirakan aliran modal asing akan kembali mengalir sejalan dengan sinyal pertumbuhan positif, termasuk indikator pertumbuhan ekonomi yang kuat.
“Prospek pertumbuhannya masuk akal. Dalam 12 bulan, pertumbuhan pendapatan sekitar 10% akan terjadi. Valuasinya tidak mahal. Investor asing bisa kembali. Investor lokal juga bisa kembali. Yang perlu kita lihat sekarang adalah rasa percaya diri terhadap profil pertumbuhan mulai kembali. Oleh karena itu, angka PDB yang baik ini merupakan awal yang baik ke arah yang benar,” pungkas Herald, menegaskan optimisme terhadap prospek pasar saham Indonesia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025 melesat sebesar 5,12% yoy. Angka ini jauh melampaui ekspektasi sebagian besar ekonom dan analis, di mana konsensus yang dihimpun Bloomberg memperkirakan PDB Indonesia hanya akan tumbuh sekitar 4,8% yoy pada periode April-Juni 2025.
Rincian pertumbuhan PDB berdasarkan pengeluaran menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% yoy dengan kontribusi sebesar 54,25% terhadap perekonomian. Sementara itu, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menyumbang 27,83% dengan pertumbuhan tertinggi sejak kuartal II/2021, yakni 6,99% yoy. Kinerja ekspor juga menunjukkan pertumbuhan solid sebesar 10,67% yoy dengan kontribusi 22,28%. Sedangkan impor tumbuh 11,65% yoy, yang secara kontribusi ke PDB tercatat minus 20,66%.
Satu-satunya komponen PDB dari sisi pengeluaran yang mengalami kontraksi adalah konsumsi pemerintah, yang tercatat minus 0,33% yoy. Angka ini menurun signifikan dari pertumbuhan 1,42% yoy pada kuartal II/2024. “Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2/2025 bila dibandingkan dengan triwulan 2/2024 atau secara YoY tumbuh sebesar 5,12%,” jelas Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, dalam konferensi pers pada Selasa (5/8/2025).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.