Ifonti.com , JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang kian bergeliat jelang penutupan tahun ini. Dengan lonjakan impresif sebesar 10,14% dalam tiga bulan terakhir, bursa saham Tanah Air terus dibanjiri oleh derasnya arus modal asing. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (4/11/2025) pukul 11.29 WIB mencatat penguatan IHSG sebesar 0,30% mencapai level 8.300. Kinerja positif ini turut mengangkat total kenaikan indeks sejak awal tahun menjadi 17,26%, menandakan optimisme investor terhadap pasar saham domestik.
Antusiasme investor asing terhadap pasar saham RI semakin kentara. Sepanjang Oktober 2025 saja, investor nonresiden mencatatkan pembelian bersih (net buy) saham hingga Rp12,8 triliun. Aliran dana masuk yang substansial ini berperan signifikan dalam mereduksi total arus dana asing keluar (foreign capital outflow) sejak awal tahun menjadi Rp40,75 triliun, sebuah indikasi pemulihan kepercayaan investor global.
: Pilah-pilih Saham Batu Bara Mercy Harga Bajaj Memasuki November 2025
Menganalisis pergerakan pasar, Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, memprediksi bahwa IHSG berpeluang untuk melanjutkan tren penguatan hingga akhir 2025 dan berlanjut ke awal 2026. Prospek positif ini didorong oleh beberapa faktor kunci, termasuk rebalancing indeks, efek seasonality window dressing, dan valuasi yang kini lebih atraktif pada saham-saham big caps. Meski demikian, Liza juga mencatat bahwa pasar belum sepenuhnya berani bergerak agresif karena masih ada dua bayangan yang membayangi.
Dalam skenario bullish tersebut, Liza memperkirakan adanya arus masuk modal yang moderat ke sektor-sektor prospektif, yakni saham bank Buku IV, telekomunikasi, dan consumer staples. Sektor-sektor ini dinilai memiliki fundamental kuat yang mampu menarik perhatian investor.
: : Kinerja Bugar Emiten Rumah Sakit SILO MIKA Cs, Saham Mana Layak Koleksi?
Menurut pandangannya, IHSG berpotensi menguji area resistance psikologis menjelang akhir tahun ini. Setelah itu, indeks diperkirakan akan melanjutkan konsolidasi sehat di awal 2026, sembari menantikan kepastian mengenai rencana pembobotan ulang (reweighting) dari MSCI, yang kerap menjadi katalis penting bagi pergerakan pasar.
Namun, Liza juga memaparkan skenario kedua di mana IHSG bergerak melambat atau netral. Kondisi ini dapat terwujud jika kekhawatiran investor meningkat terhadap risiko outflow dari saham-saham yang memiliki struktur kepemilikan rumit, seperti kepemilikan silang antar grup. Gejolak di pasar bisa terus berlanjut jika isu ini menjadi fokus utama.
: : Mayoritas Saham MSCI Cetak Rapor Merah, TPIA dan BRPT Melawan Arah
Jika skenario tersebut terjadi, aliran modal cenderung akan berotasi, mengalir ke saham-saham yang dikenal memiliki free float bersih, likuiditas tebal, serta tata kelola perusahaan yang kuat dan transparan. Ini menunjukkan pergeseran preferensi investor menuju aset yang lebih aman dan terstruktur.
Meski ada potensi perlambatan, Liza menilai fenomena window dressing di sisa tahun 2025 dapat meredam risiko penurunan IHSG. Secara ringkas, window dressing adalah strategi manajer investasi atau institusi besar untuk mempercantik portofolio mereka menjelang akhir tahun, yang secara historis berpotensi mengerek naik indeks.
“Probabilitasnya tinggi untuk meredam downside, namun efeknya tidak merata,” jelas Liza. Ia menambahkan, secara historis, institusi domestik cenderung aktif menambah posisi pada saham-saham berlikuiditas tinggi dengan kinerja operasional yang solid saat periode ini.
Dampak dari window dressing ini, menurut Liza, paling efektif terasa pada saham-saham yang tergabung dalam indeks utama, memiliki free float yang bersih, serta dilengkapi dengan pipeline katalis positif di awal tahun. Sebaliknya, fenomena ini cenderung kurang memberikan efek signifikan pada saham-saham yang tengah menghadapi isu regulasi atau kompleksitas struktur kepemilikan.
Berdasarkan pertimbangan cermat mengenai dinamika pergerakan pasar saham, Liza Camelia Suryanata memetakan tiga kelompok saham yang dapat menjadi panduan bagi investor:
- Overweight (Akumulasi Lebih Besar): Kelompok ini mencakup bank-bank besar seperti BBRI, BMRI, dan BBNI, yang direkomendasikan karena likuiditasnya yang tinggi, visibilitas pendapatan (earnings visibility) yang jelas, dan perannya sebagai peredam guncangan (shock absorber) arus dana. Selain itu, saham telekomunikasi dan infrastruktur digital seperti TLKM juga menjadi pilihan defensif dengan arus kas yang stabil. Sektor consumer staples turut direkomendasikan untuk memanfaatkan momentum musiman dan kekuatan penetapan harga (pricing power) mereka.
- Netral-Selektif: Kategori ini meliputi saham-saham konglomerasi multi-sektor yang memiliki tata kelola perusahaan yang kuat serta komunikasi pasar yang proaktif terkait struktur kepemilikan. Contohnya adalah emiten properti yang menunjukkan penjualan solid dan neraca keuangan yang sehat.
- Underweight (Kurangi Porsi): Pada kelompok ini, Liza menyarankan untuk mengurangi porsi investasi pada saham-saham dengan free float rendah, kepemilikan berlapis, dan leverage (utang) yang tinggi. Rekomendasi ini berlaku setidaknya hingga ada kejelasan mengenai metode perhitungan free float dari MSCI.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Ifonti.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.