
Ifonti.com , JAKARTA — Wacana redenominasi Rupiah kembali mengemuka seiring rencana Bank Indonesia (BI) dan pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Proses penyelesaian beleid penting ini ditargetkan rampung pada tahun 2026, setelah RUU tersebut secara resmi terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029.
Bank Indonesia, melalui Kepala Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa proses redenominasi telah direncanakan secara cermat dan melibatkan koordinasi erat dengan seluruh pemangku kepentingan. Pembahasan mengenai penyederhanaan mata uang Rupiah ini akan terus digodok bersama pemerintah dan DPR. “Implementasi redenominasi tetap mempertimbangkan waktu yang tepat, dengan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial serta kesiapan teknis termasuk hukum, logistik, dan teknologi informasi. Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” ujar Denny pada Senin (10/11/2025).
Otoritas moneter juga menjamin bahwa rencana redenominasi Rupiah tidak akan mengurangi daya beli masyarakat maupun nilai tukar terhadap barang dan jasa. Denny menjelaskan bahwa redenominasi merupakan langkah strategis untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan Rupiah tanpa mengubah nilai riilnya. “Ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas Rupiah, dan mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional,” imbuhnya. Rencana ini telah diformalkan dengan masuknya RUU Redenominasi dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029, dan pembahasannya akan dilakukan secara terkoordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, serta Dewan Perwakilan Rakyat.
Denny menekankan bahwa pelaksanaan redenominasi akan dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan momentum yang tepat. Aspek stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta kesiapan teknis menjadi pertimbangan utama sebelum implementasi. “Bank Indonesia akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” tutupnya, mempertegas komitmen BI dalam menjaga fondasi ekonomi negara.
Airlangga Menepis
Berbeda dengan pernyataan BI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pihaknya belum pernah membahas soal rencana perubahan harga atau redenominasi Rupiah. Sebelumnya, rencana ini terungkap dari pengusulan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) yang tertuang pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025—2029. “Belum pernah kami bahas, nanti kami tunggu,” terang Airlangga kepada wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Airlangga mengaku bahwa kementerian teknis di bawah koordinasinya belum pernah membahas RUU tersebut. Ia menilai bahwa pembahasan bersama Kemenko Perekonomian, jika pun terjadi, tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. “Tidak dalam waktu dekat. Nanti kami bahas ya,” ujar Menko Perekonomian sejak 2019 itu, memberikan sinyal bahwa diskusi serius mengenai hal ini masih jauh.
Urusan Bank Indonesia
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya angkat suara mengenai rencana redenominasi mata uang Rupiah. Meskipun Purbaya telah memasukkan RUU Redenominasi Rupiah dalam Renstra 2025—2029 (sesuai PMK Nomor 70/2025) dengan target penyelesaian pada 2026, ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sepenuhnya merupakan wewenang Bank Indonesia selaku bank sentral. Saat ditemui usai mengisi studium generale di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Purbaya menjelaskan bahwa realisasi kebijakan redenominasi akan dijalankan sesuai kebutuhan bank sentral dan tidak akan direalisasikan oleh pemerintah pusat dalam waktu dekat.
“Redenom [redenominasi] itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tetapi [realisasi redenominasi] enggak sekarang, enggak tahun depan,” ungkap Purbaya, Senin (10/11/2025). Ia kembali menegaskan bahwa realisasi kebijakan redenominasi Rupiah merupakan wewenang bank sentral sepenuhnya dan tidak akan dijalankan pada tahun 2026 mendatang. “Enggak, enggak tahun depan. Saya enggak tahu itu bukan [urusan] Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral, ‘kan bank sentral udah kasih pernyataan tadi ‘kan. Jadi, jangan gue yang digebukin, gue digebukin terus,” jelasnya, menyoroti bahwa perhatian seharusnya ditujukan pada pernyataan resmi BI.
Masih Butuh Waktu
Dari sisi legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi Rupiah sudah masuk ke dalam daftar panjang atau long list Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Artinya, payung hukum ini tidak akan disahkan dalam waktu dekat. Wakil Ketua Komisi XI DPR Mohamad Hekal irit bicara soal RUU tersebut, hanya mengatakan bahwa RUU itu masih dalam long list Prolegnas usulan pemerintah, belum masuk ke daftar Prolegnas Prioritas. “Terlalu jauh. Diusulkan saja belum. Engga perlu spekulasi lah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (10/11/2025), menggarisbawahi bahwa proses masih panjang.
Lebih jauh, Anggota Komisi XI DPR sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Martin Manurung, menjelaskan bahwa apabila pemerintah menargetkan RUU itu selesai pada 2027, maka biasanya baru akan diusulkan secara resmi untuk menjadi Prolegnas Prioritas pada 2026. Martin menerangkan bahwa secara teknis, RUU tersebut baru akan dibicarakan pada 2026 jika ingin dituntaskan pada 2027, mengingat long list Prolegnas disusun hingga 2029. Pemerintah dan Baleg DPR setiap tahunnya akan melakukan rapat bersama untuk menentukan RUU yang menjadi prioritas.
“Kalau menurut saya, dari sisi teknis, kalau mau [tuntas] 2027, ya itu nanti saja pas rapat [tahunan dengan pemerintah] ngapain sekarang? Itu kan nanti bisa menimbulkan ketidakpastian, karena untuk melakukan redenominasi perlu banyak syarat-syarat secara teknis. Pertumbuhan ekonomi sudah harus bagus, inflasinya harus terkendali, pemerintahnya juga harus highly credible dari sisi kebijakan ekonomi,” terang Martin secara terpisah kepada Bisnis. Martin menyampaikan pentingnya menjaga kepastian dan stabilitas dalam mengusulkan rencana redenominasi Rupiah. Ia memastikan bahwa ada berbagai proses yang harus dijalani sebelum RUU disahkan dalam rapat paripurna. “Apakah itu menjadi usulan Komisi XI DPR, pemerintah atau baleg bisa saja kan? Artinya masih jauh,” pungkasnya, menegaskan bahwa jalan menuju redenominasi masih panjang dan penuh pertimbangan.