Ifonti.com , JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru-baru ini mencetak sejarah, mengakhiri perdagangan dengan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) selama dua hari beruntun pada pekan lalu. Kini, indeks komposit kebanggaan pasar modal Indonesia tersebut kokoh bertengger di level 8.394,59.
Kenaikan fantastis ini tentu memicu pertanyaan besar: mampukah laju positif IHSG terus berlanjut, ataukah euforia pasar akan segera diiringi aksi profit taking setelah investor meraup keuntungan signifikan dari lonjakan harga portofolio saham mereka?
Menurut Angga Septianus, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), peluang terjadinya profit taking memang semakin besar ketika indeks komposit berhasil menembus area ATH, terutama jika disertai sentimen pemicu yang relevan. Perhatian utama saat ini tertuju pada data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal keempat yang akan datang. Data ini sangat krusial karena akan merefleksikan efektivitas berbagai stimulus yang telah digelontorkan pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
“Optimisme Menteri Keuangan Purbaya terhadap PDB kuartal keempat, didukung likuiditas yang melimpah, menjadi sentimen positif yang kuat bagi pasar,” ujar Angga kepada Bisnis, dikutip Minggu (9/11/2025).
Sejalan dengan optimisme tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa himpunan bank milik negara (Himbara) telah menyalurkan dana injeksi likuiditas dari pemerintah sejumlah Rp167,6 triliun hingga 22 Oktober 2025. Angka ini setara dengan 84% dari total dana penempatan pemerintah, menunjukkan peningkatan signifikan sekitar 48% dibandingkan nilai penyaluran per 9 Oktober 2025 yang baru mencapai Rp113 triliun atau 56% dari total dana. Dengan percepatan penyaluran ini, Kemenkeu optimistis pertumbuhan kredit industri dapat melonjak hingga 10% year-on-year (YoY) pada akhir 2025, jauh di atas level pertumbuhan 7,56% YoY sebelum pengumuman injeksi likuiditas.
Indikator positif sudah mulai terlihat. Per September 2025, terjadi peningkatan pertumbuhan uang beredar (M2) dan akselerasi tren pertumbuhan kredit industri mencapai 7,7% YoY. Namun demikian, Angga mengingatkan, apabila data makroekonomi di kuartal IV/2025 tidak memenuhi ekspektasi, sejumlah sektor saham yang konstituennya telah mengalami kenaikan signifikan sangat rawan terdampak aksi profit taking. Kendati begitu, Angga juga melihat sisi lain yang menguatkan.
“Namun, terlihat kenaikan IHSG ditopang juga dengan aksi beli asing dan sentimen positif dari masuknya beberapa saham ke MSCI. Jadi kenaikan dapat lebih bertahan,” tambahnya, menunjukkan adanya fundamental yang lebih kuat.
Menggali lebih dalam data ekonomi, pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal III/2025 tercatat 5,04% YoY. Angka ini memang lebih tinggi dari pertumbuhan kuartal III/2024 yang sebesar 4,95% YoY, namun sedikit melambat dibandingkan dengan kuartal II/2025 di level 5,12%. Melihat fenomena ini, di mana IHSG menembus rekor tertinggi baru sementara PDB menunjukkan sedikit perlambatan, Pengamat Pasar Modal Reydi Octa menyampaikan pandangannya bahwa hubungan antara pasar saham dan perkembangan perekonomian tidak terlalu signifikan saat ini.
“Seperti contoh, meski PDB melambat, tetapi tingginya partisipasi investor ritel dan institusi lokal menjaga IHSG tetap stabil belakangan ini,” ujar Reydi.
Menurut Reydi, penggerak utama pasar saham saat ini sebagian besar didorong oleh dinamika likuiditas, arus dana, serta sentimen optimisme dan pesimisme yang beredar di pasar. Meskipun demikian, ia memberikan peringatan jangka panjang. “Tetapi, ke depan apabila daya beli terus melemah lalu berdampak ke kinerja keuangan emiten dan tercermin dalam analisis fundamental, maka saham bisa kehilangan minat dari investor sehingga IHSG akan mulai terkoreksi,” tandasnya. Hal ini menekankan pentingnya daya beli masyarakat sebagai fondasi kuat ekonomi yang pada akhirnya akan tercermin dalam kinerja pasar modal.