Suku Bunga BI Turun, Pengembang Pede Penjualan Properti Bisa Terkerek
Ifonti.com JAKARTA — Tren pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia kini diproyeksikan membawa angin segar bagi sektor properti, menjadikan sejumlah saham emiten di dalamnya layak untuk dicermati investor.
Berdasarkan catatan Bisnis, Bank Indonesia tercatat telah memangkas BI Rate sebanyak 100 basis poin (bps) sejak September 2024, membawa suku bunga acuan tersebut bertengger di level 5% saat ini. Kebijakan dovish bank sentral ini memiliki dampak signifikan, mengingat sektor properti dikenal sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Di pasar saham, Indeks IDX Properties & Real Estate telah menunjukkan kinerja impresif, menguat 10,99% sepanjang tahun berjalan 2025 hingga Rabu (21/8/2025), menggarisbawahi respons positif pasar terhadap kondisi moneter yang lebih longgar.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memperkuat pandangan ini dengan menyatakan bahwa sektor properti memiliki potensi signifikan berkat sinyal perbaikan yang mulai terlihat. Menurutnya, keputusan BI untuk menurunkan suku bunga acuan merupakan langkah proaktif atau preemptive yang sejalan dengan ekspektasi pelonggaran moneter The Fed pada September mendatang, yang diperkirakan akan menurunkan Fed Funds Rate (FFR) sekitar 20 bps.
“Bank Indonesia telah melihat peluang dari potensi kebijakan pelonggaran moneter yang akan dilakukan The Fed pada September, sehingga BI cenderung menerapkan kebijakan preemptive dan forward-looking dengan terlebih dahulu menurunkan suku bunga acuan pada Agustus,” pungkas Nafan.
Senada, Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, menambahkan bahwa turunnya suku bunga acuan menjadi katalis positif bagi saham sektor properti, memicu ekspektasi peningkatan penjualan.
Melihat prospek cerah ini, sejumlah analis pasar modal telah merilis rekomendasi yang beragam untuk emiten properti berskala besar, seperti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON).
Untuk saham BSDE, analis MNC Sekuritas, M. Rudy Setiawan, merekomendasikan hold dengan target harga Rp950 per saham.
Rudy menjelaskan bahwa BSDE tetap optimistis untuk mencapai target prapenjualan atau marketing sales senilai Rp10 triliun pada tahun ini. Optimisme tersebut didukung oleh strategi peluncuran produk yang matang, ekspansi jaringan pemasaran yang agresif, serta berlanjutnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk properti.
Kendati demikian, prospek BSDE juga diwarnai oleh sejumlah risiko, termasuk potensi penurunan daya beli masyarakat, perubahan tak terduga dalam kebijakan suku bunga, dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Untuk tahun 2025, BSDE diperkirakan akan membukukan penurunan pendapatan menjadi Rp12,93 triliun dan laba bersih Rp2,66 triliun.
Berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis menunjukkan dukungan kuat terhadap BSDE, dengan 19 analis merekomendasikan beli dan 4 analis menyarankan hold. Di antara rekomendasi beli tersebut, analis Sinarmas Sekuritas Christine Nathania menetapkan target harga Rp1.160, sementara analis Maybank Sekuritas Kevin Halim mematok target Rp1.050 per saham.
Selanjutnya, saham CTRA juga didominasi oleh rekomendasi beli, yang diberikan oleh 19 analis, sementara 2 analis lainnya merekomendasikan hold berdasarkan data Bloomberg. Analis Ina Sekuritas Arief Machrus merekomendasikan beli untuk saham CTRA dengan target harga Rp1.400 per saham. Target harga serupa juga disematkan oleh analis CLSA Jonathan Mardjuki yang memberikan rekomendasi akumulasi. Senada, analis Maybank Investment Kevin Halim juga menyarankan beli dengan target harga Rp1.300 per saham.
Mayoritas analis juga menunjukkan optimisme terhadap saham Pakuwon Jati (PWON). Data yang dihimpun Bloomberg memperlihatkan bahwa 20 analis menyarankan beli, dan hanya 1 analis yang merekomendasikan hold. Rekomendasi beli diberikan oleh analis Valbury Asia Sekuritas Steven Gunawan dengan target harga Rp480. Analis Maybank Sekuritas Kevin Halim menetapkan target harga Rp580, sedangkan analis Macquarie Indra Cahya menargetkan Rp500 per saham.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.