Proyeksi Nasib IHSG saat HUT ke-48 Pasar Modal RI, Tembus 8.000?

JAKARTA — Pasar modal Indonesia baru saja merayakan usianya yang ke-48, sebuah momentum penting yang diiringi harapan besar akan kinerja gemilang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diyakini berpotensi menyentuh level 8.000, didorong oleh beragam sentimen positif.

Pada perayaan HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia, Senin (11/8/2025), IHSG menunjukkan performa yang moncer. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup di level 7.605,92 pada penutupan perdagangan hari itu, menguat signifikan 0,96%. Tidak hanya itu, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) sejak perdagangan perdana 2025, IHSG juga kokoh di zona hijau dengan penguatan 7,43%.

Di tengah catatan positif ini, target ambisius IHSG menembus rekor 8.000 menjadi topik hangat di kalangan analis.

Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, optimistis IHSG mampu mencapai level 8.000 jika momentum positif terus berlanjut atau dalam skenario terbaik. Menurutnya, katalis utama yang akan mendorong capaian ini meliputi potensi penurunan suku bunga Fed Fund Rate di Amerika Serikat dan BI7DRR di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada bulan September 2025. Selain itu, stabilitas makroekonomi pasca penetapan tarif dagang oleh Presiden AS Donald Trump, penguatan nilai tukar rupiah akibat lesunya dolar AS dan peningkatan investasi dari kerja sama Danantara, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5% juga menjadi faktor pendorong signifikan.

Di momen HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia ini, Liza berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BEI, dan seluruh pemangku kepentingan dapat mewujudkan pasar modal yang inklusif, mandiri, dan berdaulat sebagai motor pembiayaan nasional. Namun, ia juga mengingatkan tantangan krusial yang harus dihadapi meliputi pendalaman pasar, tata kelola emiten, keamanan siber (cyber security), dan peningkatan literasi investor.

Optimisme serupa turut digaungkan oleh pelaku pasar lainnya, meski dengan catatan perlunya waktu. Maximilianus Nicodemus, Associate Director Pilarmas Investindo, juga meyakini bahwa IHSG berpotensi menuju level 8.000 pada momen HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia ini, namun menegaskan bahwa pencapaian tersebut memerlukan waktu. Proyeksi momentum kenaikan IHSG ke level 8.000 didukung oleh beberapa sentimen global krusial. Ini termasuk pertemuan AS dan Rusia terkait perdamaian Ukraina yang berpotensi membawa dampak positif bagi pelaku pasar dan investor jika membuahkan hasil, serta kesepakatan dagang antara AS dan China. Lebih lanjut, penurunan tingkat suku bunga The Fed pada September dan Desember 2025, diikuti penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia di akhir tahun, diharapkan menjadi pemicu kuat. “Bukan tidak mungkin 8.000 mampu dicapai. Namun ingat, sentimen positif harus terus selalu ada,” ujar Nicodemus.

Ia berharap, pada momen HUT ke-48 Pasar Modal Indonesia, pasar modal memiliki standar edukasi yang seragam bagi calon investor baru, didukung oleh semua pihak berkepentingan, baik regulasi maupun perusahaan efek, yang memiliki standar pengetahuan yang sama guna mendorong edukasi di masyarakat. Kemudian, diharapkan terdapat kebijakan yang pro-pasar baik dari sisi pemerintah maupun regulator. Perusahaan yang melantai di Bursa diharapkan fokus terhadap fundamental dan valuasi sehingga berkualitas, bukan sekadar kuantitas tanpa nilai. Lalu, terdapat insentif bagi perusahaan yang ingin melantai di Bursa.

Melengkapi pandangan para ahli, Investment Analyst Capital Asset Management, Martin Aditya, memproyeksikan pasar saham Indonesia masih akan positif hingga sisa tahun ini, seiring probabilitas penurunan suku bunga acuan global yang cukup besar. Peluang penurunan suku bunga acuan ini didukung oleh penurunan bond yield yang berkelanjutan dan pergerakan rupiah yang cenderung stabil. Martin juga melihat peluang IHSG menembus 8.000 masih terbuka lebar, didorong oleh potensi aliran dana dari Morgan Stanley Capital International (MSCI) atau Financial Times Stock Exchange (FTSE), serta perbaikan kinerja keuangan sektor perbankan. “Karena satu-satunya pendongkrak indeks yang big caps masih finansial perbankan. Kecuali ya big caps konglomerasi. Orang-orang juga sepertinya masih berekspektasi beberapa saham konglomerasi masuk MSCI atau FTSE, salah satu contohnya BREN [PT Barito Renewables Energy Tbk.],” jelasnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.