Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Indonesia di sisa tahun 2025 masih menyimpan potensi kuat untuk menarik minat investor asing, terutama berkat dorongan beragam kebijakan dalam negeri. Namun, optimisme ini harus berhadapan dengan realitas yang menantang, yakni arus modal yang masih keluar dan bayang-bayang ketidakpastian global yang membayangi.
Sejumlah analis pasar modal kompak menilai bahwa pintu masuknya dana asing ke bursa saham Tanah Air sesungguhnya masih terbuka lebar. Kebijakan-kebijakan yang digulirkan di tingkat domestik dianggap memiliki kapasitas untuk meningkatkan daya pikat pasar saham Indonesia di mata para investor global.
Namun, sentimen ini sedikit terganjal oleh data terkini. Pada perdagangan Senin (27/10/2025), ketika IHSG anjlok 1,87%, tercatat adanya dana asing yang keluar dari pasar saham Tanah Air. Sejak awal tahun berjalan 2025, total outflow dana asing telah mencapai angka signifikan, yakni Rp46,12 triliun.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, menjelaskan bahwa meskipun potensi masuknya dana asing tetap ada, realisasinya sangat bergantung pada dua faktor krusial: adanya pelonggaran moneter global dan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah. Liza menegaskan, “Meskipun fundamental ekonomi kita kuat dengan pertumbuhan PDB di atas 5%, investor global masih sangat berhati-hati karena adanya suku bunga global yang tinggi.” Pernyataan ini disampaikan pada Senin (27/10/2025).
Di sisi domestik, Liza menambahkan, reformasi kebijakan pro-pasar dan peningkatan transparansi di pasar modal Indonesia menjadi motor pendorong utama bagi masuknya dana asing. Ia juga menilai bahwa keputusan investor asing untuk kembali ke pasar saham dapat meningkat drastis jika pemerintah fokus pada peningkatan pertumbuhan struktural, melalui inisiatif seperti hilirisasi mineral, pengembangan ekonomi digital, dan proyek energi hijau.
Lebih lanjut, stabilitas politik dan kepastian fiskal pasca-pergantian kabinet dipandang Liza sebagai sinyal positif bagi pasar. “Arus investasi ke emerging Asia yang meningkat akan ikut mengalir ke Indonesia, terutama jika risiko makro dapat ditekan,” tegasnya, menyoroti pentingnya kondisi makroekonomi yang kondusif.
Batu Sandungan Dana Asing
Di sisi lain, Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi, memiliki pandangan yang lebih pragmatis. Ia berpendapat bahwa tekanan arus keluar dana asing dari pasar saham Tanah Air belum tentu akan berhenti dalam waktu dekat. Menurutnya, faktor-faktor global masih menjadi alasan kuat bagi investor asing untuk memilih menempatkan aset mereka di instrumen investasi berdenominasi dolar.
Wafi menjelaskan kepada Bisnis pada Senin (27/10/2025), “Tingginya Fed rate, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut, dan likuiditas global yang ketat, secara kolektif mendorong asing lebih memilih ‘parkir’ di aset dolar Amerika Serikat.” Situasi ini menciptakan tantangan besar bagi upaya menarik kembali modal asing ke pasar domestik.
Meskipun demikian, Wafi mengakui bahwa sejumlah kebijakan fiskal dan moneter yang telah dijalankan pemerintah belakangan ini memang telah memberikan efek, meski belum signifikan, terhadap pasar saham Tanah Air. Hal ini terlihat dari catatan net buy asing senilai Rp1,19 triliun pada perdagangan hari ini. Namun, ia menekankan bahwa investor asing membutuhkan waktu untuk melihat data makroekonomi yang stabil di Tanah Air. Oleh karena itu, realisasi stimulus ekonomi yang efektif menjadi salah satu kunci vital untuk mendorong masuknya dana asing ke depan.
“Faktor pendorong utama inflow adalah adanya kepastian arah suku bunga global, realisasi stimulus fiskal yang benar-benar efektif, dan pertumbuhan konsumsi domestik yang solid,” ungkap Wafi, merangkum prioritas yang harus diperhatikan pemerintah.
Meski di tengah tantangan tersebut, Wafi masih optimistis memprediksi IHSG pada akhir 2025 akan berada di level 8.400–8.600. Reli IHSG, menurutnya, bisa berlanjut, namun momentumnya diperkirakan tidak akan sekencang laju yang terjadi sepanjang semester I/2025.
Senada dengan Wafi, Liza Camelia juga sepakat bahwa stimulus fiskal dan moneter yang digencarkan pemerintah belum memberikan efek yang terasa pada return saham jangka pendek. Liza mengakhiri analisisnya dengan menyoroti faktor lain yang mengurangi daya tarik pasar, “Penurunan nilai transaksi harian dan lemahnya likuiditas pasar mengurangi daya tarik bagi investor institusi global. Selain itu, ketidakpastian kebijakan dan risiko valas juga membuat sebagian investor memilih menunggu kepastian arah global sebelum kembali masuk.”