Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah aktif melakukan penyesuaian pada regulasi pencatatan saham, khususnya terkait ketentuan free float. Langkah strategis ini diambil dengan cermat, mempertimbangkan kondisi terkini perusahaan tercatat serta kapabilitas investor, demi memastikan tercapainya keseimbangan pasar yang optimal dan terjaganya likuiditas pasar yang sehat. I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menegaskan komitmen pihaknya untuk selalu relevan dalam menetapkan aturan, sejalan dengan dinamika pasar modal yang berkembang pesat.
Pendekatan BEI tidak hanya berlandaskan pada kondisi domestik, melainkan juga melalui benchmarking praktik-praktik terbaik dari bursa-bursa global. Seluruh rancangan regulasi, kata Nyoman, dirumuskan melalui proses dengar pendapat yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan pasar modal. “Konsep penyesuaian ini akan segera kami publikasikan dalam waktu dekat untuk menyerap masukan lebih lanjut,” jelas Nyoman pada Jumat (26/9/2025), merespons pertanyaan media terkait usulan DPR untuk menaikkan persentase free float menjadi 30%.
Khusus untuk peningkatan free float pada calon perusahaan tercatat, Nyoman menekankan bahwa BEI tidak sekadar berpegang pada persyaratan minimal. Lebih jauh, Bursa secara proaktif mendorong lonjakan jumlah IPO skala besar, yang diyakini akan secara langsung mendongkrak total kapitalisasi free float di BEI. Saat ini, BEI tengah intensif mengkaji hambatan-hambatan yang kerap dihadapi perusahaan berskala besar dalam melantai di bursa. Hasil kajian komprehensif ini akan menjadi dasar penting dalam merumuskan penyesuaian aturan. Tak berhenti di situ, BEI bahkan memiliki unit kerja khusus yang secara aktif mendampingi perusahaan-perusahaan raksasa, baik dari sektor swasta maupun BUMN, dalam mempersiapkan IPO mereka. Pendampingan ini meliputi go public coaching clinic, pertemuan tatap muka one-on-one, hingga ajang networking event yang mempertemukan pelaku pasar modal dengan pelaku usaha. Seluruh upaya ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang persyaratan pencatatan saham dan mempermudah akses perusahaan ke seluruh ekosistem pasar modal.
Nyoman menambahkan, BEI telah menetapkan target khusus untuk IPO skala besar, yang dikenal sebagai lighthouse IPO. Kategori ini mencakup penawaran umum perdana dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun, disertai free float minimal 15 persen atau nilai free float setara Rp700 miliar. Menurut Nyoman, kehadiran lighthouse IPO sangat krusial dalam memperbesar nilai kapitalisasi free float dan memicu aliran likuiditas baru. Pasalnya, investor institusional, baik dari dalam maupun luar negeri, cenderung menantikan pencatatan saham oleh perusahaan-perusahaan berskala besar dan bereputasi tinggi. “Masuknya entitas-entitas tersebut ke bursa berpotensi mendatangkan gelontoran dana segar ke pasar modal Indonesia, yang pada akhirnya akan memperkuat likuiditas sekaligus mengukuhkan stabilitas pasar,” papar Nyoman.
Sepanjang tahun ini, tercatat lima lighthouse IPO yang sukses melantai, yakni PT Ratu Prabu Energi Tbk. (RATU), PT Cakra Buana Dunia Komunikasi Tbk. (CBDK), PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI), PT Cendana Indo Abadi Tbk. (CDIA), dan PT Emas Digital Nusantara Tbk. (EMAS). Realisasi ini menjadi indikator vital yang menunjukkan keberhasilan BEI dalam memotivasi perusahaan-perusahaan besar untuk bergabung di bursa, sekaligus memperkokoh struktur pasar saham Indonesia.
Sementara itu, bagi perusahaan tercatat yang telah lebih dulu hadir di bursa, BEI tak henti-hentinya mendorong peningkatan free float melalui serangkaian inisiatif. Langkah-langkah tersebut meliputi sosialisasi intensif secara one-on-one dan seminar rutin yang menekankan pentingnya pemenuhan kuota free float, serta menjabarkan berbagai opsi aksi korporasi atau aksi pemegang saham yang dapat ditempuh. BEI juga menerapkan pemantauan kepatuhan secara periodik, tak ragu mengenakan sanksi, bahkan memberikan notasi khusus “X” serta menempatkan emiten dengan nilai free float di bawah 5 persen ke dalam Papan Pemantauan. Secara berkala, Bursa juga mengirimkan pengingat kepada perusahaan tercatat mengenai kewajiban pelaporan informasi free float secara akurat dan tepat waktu.
Seluruh upaya komprehensif ini merupakan bagian integral dari strategi BEI untuk semakin memperkuat struktur pasar modal Indonesia dan secara signifikan meningkatkan daya tarik investasi di mata investor domestik maupun global.
Ringkasan
Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang menyesuaikan regulasi pencatatan saham terkait free float, mempertimbangkan kondisi perusahaan tercatat dan investor demi keseimbangan pasar dan likuiditas. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan komitmen untuk menetapkan aturan yang relevan seiring dinamika pasar modal. Rancangan regulasi dirumuskan melalui dengar pendapat dengan pemangku kepentingan pasar modal dan akan dipublikasikan untuk masukan lebih lanjut.
BEI tidak hanya berpegang pada persyaratan minimal peningkatan free float pada calon perusahaan tercatat, tetapi juga mendorong IPO skala besar untuk mendongkrak kapitalisasi. BEI mengkaji hambatan perusahaan besar melantai di bursa dan mendampingi perusahaan swasta dan BUMN dalam mempersiapkan IPO, termasuk target khusus untuk lighthouse IPO dengan kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15 persen atau Rp700 miliar.