JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja mengukir rekor tertinggi sepanjang sejarahnya pekan ini, menembus level 8.126,55. Namun, apakah momentum penguatan ini akan berlanjut pada pekan depan ataukah pasar akan menghadapi koreksi?
Mengacu pada data perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 22—26 September 2025, mayoritas ditutup menguat. IHSG sendiri melonjak 0,60%, menutup pekan di level 8.099,33 pada Jumat (26/9/2025), naik dari 8.051,11 pada pekan sebelumnya. Puncak kegemilangan terjadi pada Rabu (24/9/2025), saat IHSG berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) di angka 8.126,55. Kepercayaan investor juga tercermin dari peningkatan kapitalisasi pasar BEI yang meraup kenaikan 1,74%, menjadi Rp14.888 triliun dari Rp14.632 triliun pada sepekan sebelumnya.
Tak hanya itu, pasar saham Indonesia kembali menarik minat investor asing dengan catatan nilai beli bersih atau net buy asing mencapai Rp5,09 triliun pekan ini. Angka ini bahkan melampaui Rp3,03 triliun net buy asing yang tercatat pada pekan sebelumnya, mengindikasikan akumulasi yang konsisten.
Menurut Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, David Kurniawan, reli IHSG pekan ini ditopang oleh katalis positif dari kesepakatan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa. Kesepakatan substantif yang dicapai untuk memangkas tarif hingga 80% produk ekspor RI mulai 2027 telah meningkatkan prospek perdagangan jangka panjang. “Selain itu, stabilitas rupiah yang dijaga Bank Indonesia (BI) memperkuat kepercayaan investor asing untuk tetap melakukan akumulasi di pasar domestik. Jika sentimen ini konsisten, IHSG berpotensi bergerak dalam tren bullish jangka pendek,” ujar David pada Minggu (28/9/2025).
Di sisi global, optimisme terhadap pelonggaran kebijakan The Fed menjadi sentimen positif yang mendorong aliran dana ke emerging markets, termasuk Indonesia. Harapan bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga turut memicu gairah pasar.
Menjelang pekan perdagangan 29 September hingga 3 Oktober 2025, David Kurniawan menyoroti dua sentimen pasar domestik yang patut dicermati. Pertama, kebijakan dan kepemimpinan fiskal. Pasar akan menantikan langkah Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, terutama terkait komitmennya menjaga disiplin fiskal, defisit anggaran, serta sinyal-sinyal stimulus atau pengeluaran pemerintah. Kedua, isu cukai rokok. Purbaya telah memberi sinyal kuat tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk 2026, sebuah kabar baik bagi pelaku industri rokok dan petani yang mengharapkan moratorium dalam beberapa tahun ke depan.
Tim Riset Phintraco Sekuritas menambahkan bahwa pada pekan depan, IHSG juga akan dibayangi oleh sejumlah sentimen krusial lainnya. Dari dalam negeri, investor akan mencermati data ekonomi domestik seperti indeks manufaktur Indonesia, neraca perdagangan, dan laju inflasi. Sementara dari Amerika Serikat, perhatian akan tertuju pada rilis data penting mulai dari sektor manufaktur dan jasa, hingga data pasar tenaga kerja seperti ADP Employment, nonfarm payrolls, dan tingkat pengangguran, guna mengukur kesehatan ekonomi Paman Sam dan memprediksi arah suku bunga The Fed selanjutnya.
Secara teknikal, indikator Stochastic RSI menunjukkan pergerakan menuju titik pivot setelah mencatatkan death cross. Histogram MACD, meski masih bertahan di area positif, mulai menunjukkan pelemahan. Kendati demikian, IHSG berhasil mempertahankan posisinya di atas level MA5. Tim Riset Phintraco Sekuritas memproyeksikan, IHSG berpotensi bergerak dalam rentang 7.980 hingga 8.170.
Ringkasan
IHSG mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada pekan lalu, mencapai level 8.126,55, didorong oleh sentimen positif kesepakatan dagang Indonesia-Uni Eropa dan stabilitas Rupiah. Investor asing kembali menunjukkan minat dengan net buy mencapai Rp5,09 triliun, melampaui pekan sebelumnya. Analis melihat potensi tren bullish jangka pendek jika sentimen positif ini berlanjut.
Pekan depan, pasar akan mencermati kebijakan fiskal Menteri Keuangan baru terkait disiplin fiskal dan isu cukai rokok. Selain itu, data ekonomi domestik seperti indeks manufaktur, neraca perdagangan, dan inflasi akan menjadi perhatian, serta data pasar tenaga kerja AS yang akan mempengaruhi ekspektasi suku bunga The Fed. Secara teknikal, IHSG diproyeksikan bergerak dalam rentang 7.980 hingga 8.170.