IHSG Akhir Tahun: Meski Ditinggal Asing, Potensi Menguat Masih Ada!

Ifonti.com , JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menyimpan potensi penguatan signifikan hingga akhir tahun 2025, demikian pandangan sejumlah analis pasar. Optimisme ini muncul meskipun investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) yang cukup besar di pasar saham Indonesia pada perdagangan Rabu (8/10/2025).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing membukukan net sell sebesar Rp455,25 miliar pada perdagangan hari ini. Angka ini menambah total net sell sepanjang tahun berjalan yang mencapai Rp55,22 triliun hingga Rabu. Kondisi ini membuat IHSG harus melemah setelah sebelumnya mencetak rekor tertinggi (all-time high) selama dua hari perdagangan berturut-turut.

Kendati demikian, para pengamat pasar modal tetap melihat peluang penguatan bagi IHSG di sisa tahun 2025, meskipun mereka turut memberikan catatan mengenai potensi koreksi yang mungkin terjadi ke depannya. Hal ini sejalan dengan dinamika pasar yang menunjukkan bahwa momentum penguatan kian selektif.

“IHSG tetap solid berkat likuiditas domestik yang terjaga serta inflasi yang terkendali. Namun, penguatan yang terjadi saat ini menjadi lebih selektif,” terang Pengamat Pasar Modal Reydi Octa pada Rabu (8/10/2025), mengacu pada kondisi pasar yang membutuhkan strategi investasi yang lebih cermat.

Dalam dua hari perdagangan sebelumnya, saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu tampil sebagai motor penggerak indeks utama. Sebagai contoh, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) memberikan kontribusi 18,33 poin terhadap laju IHSG, diikuti oleh PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dengan 8,32 poin, dan PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) yang menyumbang 6,67 poin.

Namun, pada perdagangan hari ini, gambaran berbalik drastis. Sejumlah saham tersebut, termasuk BREN, CDIA, dan BRPT, justru berbalik arah menjadi penekan indeks (top laggards). Tak hanya itu, saham-saham berkapitalisasi besar seperti BBCA, BMRI, dan BBNI juga turut menahan laju penguatan IHSG.

Ke depan, Reydi Octa meyakini bahwa IHSG masih memiliki potensi penguatan yang cukup besar, terutama didorong oleh kinerja saham-saham konglomerasi. Meski demikian, ia menekankan bahwa penguatan yang lebih berkelanjutan membutuhkan dukungan dari sektor lain, tidak hanya bergantung pada nama besar konglomerasi.

“IHSG berpeluang untuk melanjutkan penguatan, namun momentumnya diperkirakan akan melandai. Saham konglomerasi masih dapat menjadi penopang utama, tetapi reli yang berkelanjutan memerlukan dukungan dari sektor perbankan, konsumsi, dan komoditas logam, mengingat peran vital investor asing dalam pergerakan pasar,” tegasnya, menyoroti pentingnya diversifikasi penggerak indeks.

Dalam situasi pasar saat ini, Reydi menyarankan investor untuk lebih selektif dengan memilih saham-saham yang memiliki fundamental kuat. Hal ini menjadi krusial, terutama di tengah kondisi di mana beberapa saham dengan fundamental baik justru mengalami pelemahan.

Senada, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga menjelaskan bahwa saham konglomerasi masih memegang peranan penting dalam mendorong laju IHSG hingga akhir 2025. Terlebih, ketika sektor-sektor penggerak indeks konvensional seperti perbankan menunjukkan kinerja yang relatif di bawah ekspektasi (underperformed).

“Peluangnya masih sangat terbuka lebar bagi saham-saham konglomerasi untuk mendorong laju IHSG, khususnya saat indeks konvensional yang menjadi pilar penggerak IHSG, seperti sektor perbankan, masih cenderung underperformed,” ujar Nafan pada Rabu (8/10/2025), memberikan perspektif yang komprehensif.

Secara keseluruhan, Nafan melihat sejumlah sentimen positif yang dapat menopang IHSG di sisa tahun 2025. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Bank Dunia dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter di masa mendatang dinilai menjadi faktor pendorong utama bagi pergerakan indeks.

Dalam kondisi pasar saat ini, Nafan merekomendasikan beberapa saham pilihan. Di antaranya adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan target harga Rp8.100, PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) dengan target harga Rp8.500, dan PT Astra International Tbk. (ASII) dengan target Rp5.775 per lembar.

Selain itu, sejumlah saham lain yang juga direkomendasikan untuk dicermati meliputi AUTO, BBNI, BBRI, BBTN, BMRI, BTPS, ELSA, ERAA, JPFA, TLKM, TUGU, SIDO, dan BNGA.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Meskipun investor asing mencatatkan *net sell* signifikan, analis pasar melihat potensi penguatan IHSG hingga akhir 2025, didorong oleh likuiditas domestik yang terjaga dan inflasi terkendali. Saham-saham konglomerasi, seperti CUAN dan BRPT, sebelumnya menjadi penggerak utama, namun penguatan berkelanjutan memerlukan dukungan sektor lain seperti perbankan dan konsumsi.

Pengamat menyarankan investor untuk lebih selektif memilih saham dengan fundamental kuat. Optimisme juga didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter. Beberapa saham direkomendasikan, termasuk BBCA, AALI, dan ASII.