Ifonti.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui serangkaian kebijakan moneternya. Salah satu langkah signifikan adalah pembelian surat utang pemerintah jangka panjang atau Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder, yang hingga 30 Oktober 2025 telah mencapai angka impresif Rp269,97 triliun, atau dibulatkan menjadi Rp270 triliun.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) kuartal IV/2025 di Jakarta, Senin (3/11/2025), menjelaskan bahwa dari total pembelian SBN tersebut, Rp199,9 triliun di antaranya merupakan bagian dari program debt switching dengan pemerintah, terhitung sejak Januari 2025.
Langkah intervensi di pasar SBN ini, menurut Perry, hanyalah satu dari empat pilar utama kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral. Seluruh strategi ini dirancang untuk mencapai tujuan ganda: menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain pembelian SBN, Bank Indonesia juga secara progresif menurunkan suku bunga acuan. Tahun ini, otoritas moneter telah memangkas BI Rate masing-masing 25 basis poin (bps) pada Juli, Agustus, dan September, membawa suku bunga ke level 4,75%. Secara kumulatif, sejak September 2024, total pemangkasan suku bunga telah mencapai 150 bps atau setara 1,5%, sebuah langkah tegas untuk merangsang aktivitas ekonomi.
Prioritas lain Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, BI melakukan intervensi baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Di dalam negeri, intervensi dilakukan melalui transaksi tunai, spot, dan domestic non-delivery forward (DNDF). Sementara itu, di pasar luar negeri, intervensi dilakukan melalui instrumen non-delivery forward, memastikan stabilitas mata uang tetap terjaga di tengah dinamika global.
Terakhir, BI secara aktif melakukan ekspansi likuiditas moneter. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan ketersediaan likuiditas di pasar, serta mempercepat pendalaman pasar uang dan valas. Salah satu langkah konkretnya adalah mengurangi porsi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sejak Januari 2025 hingga 27 Oktober 2025, porsi SRBI telah berkurang Rp210,8 triliun, dari Rp916,96 triliun di awal tahun menjadi Rp706,1 triliun, demikian jelas Perry Warjiyo. Penurunan SRBI ini secara langsung menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem keuangan, mendukung stimulus ekonomi.