
Ifonti.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia tahun 2025 diwarnai arus keluar dana asing yang masif dari saham-saham perbankan jumbo, seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI). Namun, di tengah tekanan ini, prospek untuk tahun 2026 mulai menunjukkan secercah harapan, seiring potensi masuknya kembali modal asing yang didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan dan stimulus pemerintah yang diperkirakan akan menyokong kinerja sektor perbankan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham domestik mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp648,43 miliar pada perdagangan Selasa (11/11/2025) kemarin. Secara kumulatif, tren pelepasan aset oleh investor asing ini semakin kentara dengan total net sell asing yang mencapai Rp38,55 triliun sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak awal perdagangan tahun 2025.
Saham-saham bank jumbo, yang kerap menjadi tulang punggung indeks, justru menjadi target utama penjualan oleh investor asing. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memimpin daftar ini dengan nilai net sell asing mencapai Rp26,94 triliun ytd.
: Kisi-kisi Kapan Asing Kembali Masuk ke Saham Big Banks (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI)
Disusul oleh PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) yang mencatatkan net sell asing sebesar Rp17,38 triliun ytd. Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) juga tak luput dari aksi jual asing dengan nilai Rp4,71 triliun ytd, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp3,64 triliun ytd.
Equity Research Analyst OCBC Sekuritas, Farell Nathanael, mengidentifikasi beberapa faktor utama yang melatarbelakangi eksodus investor asing dari saham perbankan big caps sepanjang tahun ini. “Kualitas aset yang memburuk atau peningkatan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) menjadi salah satu pemicu utamanya,” ujar Farell usai acara Premium Market Talks di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
: : Buyback dan Target Terbaru Saham Bank Jumbo (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI )
Ia menambahkan bahwa pertumbuhan penyaluran kredit (lending growth) bank-bank jumbo yang melambat akibat ketatnya likuiditas turut menjadi alasan investor asing menarik dananya.
Tekanan jual yang intens ini berdampak langsung pada pergerakan harga saham perbankan. Saham BBCA misalnya, mengalami pelemahan sebesar 12,4% ytd. Senada, saham BMRI tergerus 17,02% ytd, dan BBRI juga mencatatkan penurunan sebesar 3,68% ytd.
: : Asing Ramai Jual Saham Bank, Begini Nasib Emiten Perbankan
Namun, Farell Nathanael melihat adanya momentum pendorong signifikan bagi saham-saham bank jumbo pada tahun 2026. Ia memprediksi, dana asing akan kembali mengalir masuk ke saham-saham bank kelompok modal inti (KBMI) IV tersebut.
“Salah satu pendorong utama adalah prospek Bank Indonesia yang akan melanjutkan kebijakan pemotongan suku bunga acuan,” kata Farell.
Tren penurunan suku bunga diyakini akan menjadi katalis positif bagi kinerja kredit perbankan, mendorong permintaan pinjaman, dan pada gilirannya meningkatkan profitabilitas. Selain itu, dengan lingkungan suku bunga yang lebih rendah, investor asing cenderung mengalihkan dana mereka ke aset-aset yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi atau berisiko, seperti pasar saham, sehingga likuiditas asing akan membanjiri sektor perbankan.
Dukungan lain datang dari stimulus pemerintah yang diperkirakan akan memberikan suntikan energi positif bagi fundamental bank jumbo. Sebelumnya, pemerintah telah menggelontorkan likuiditas perbankan sebesar Rp200 triliun, yang sebagian besar ditarik dari Bank Indonesia, untuk mendorong perputaran ekonomi.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, juga mengungkapkan optimisme terhadap potensi masuknya aliran dana asing ke pasar saham Indonesia menjelang akhir tahun ini, didorong oleh berbagai sentimen positif. “Jadi, untuk kuartal IV/2025, kuncinya ada pada dinamika window dressing hingga santa claus rally effect,” jelas Nafan kepada Bisnis dalam kesempatan terpisah.
Window dressing adalah strategi yang umum digunakan oleh manajer investasi untuk mempercantik portofolio saham atau reksa dana mereka sebelum laporan akhir tahun disajikan kepada investor. Sementara itu, santa claus rally mengacu pada fenomena kenaikan harga saham yang cenderung terjadi selama pekan terakhir bulan Desember, seringkali didorong oleh optimisme pasar dan volume transaksi yang lebih rendah.
Lebih lanjut, Nafan juga menyoroti potensi dorongan dari saham-saham berlikuiditas tinggi yang akan membagikan dividen interim pada akhir tahun. Momentum pembagian dividen interim ini, menurutnya, mampu menjadi magnet kuat untuk menarik kembali aliran dana asing ke pasar modal Indonesia.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.