IHSG Menggeliat Naik? Intip Saham ASII & ICBP Minggu Depan!

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan melanjutkan tren penguatan pada pekan depan, didorong oleh beragam katalis positif dari dalam maupun luar negeri. Sejumlah saham unggulan seperti ASII, JSMR, dan ICBP bahkan diperkirakan akan menjadi motor penggerak utama penguatan indeks komposit ini.

Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (3/10/2025), IHSG berhasil menguat 0,59% dan bertengger di level 8.118,30. Kenaikan tersebut terutama dipimpin oleh sektor teknologi, meskipun sektor transportasi mengalami koreksi terbesar.

Menurut Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta sejumlah aksi korporasi individual emiten menjadi pendorong positif bagi indeks komposit. Secara teknikal, indikator Stochastic RSI yang mendekati area oversold dan mulai melandai, berpotensi membentuk Golden Cross. Hal ini diperkuat oleh histogram negatif MACD yang mulai tertahan dan volume beli yang teramati.

“IHSG kembali ditutup di atas level MA5, sehingga berpotensi melanjutkan penguatan dan menguji level resistance 8.170 pada pekan depan,” ujar Valdy, seperti dikutip pada Minggu (5/10/2025).

Pada perdagangan pekan depan, investor domestik akan mencermati beberapa data penting. Di antaranya adalah data cadangan devisa bulan September 2025 yang diperkirakan meningkat menjadi US$159 miliar, dari posisi Agustus yang mencapai US$150,7 miliar. Selain itu, indeks kepercayaan konsumen (IKK) September juga diproyeksikan naik ke 120 dari 117,2, yang mengindikasikan optimisme konsumen yang lebih baik. Pasar juga menantikan laporan penjualan sepeda motor, penjualan ritel Agustus, dan penjualan mobil periode September.

Menyikapi sentimen tersebut, Phintraco Sekuritas merekomendasikan beberapa saham untuk dicermati, termasuk PT Bank BTPN Syariah Tbk. (BTPS), PT Astra International Tbk. (ASII), PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), PT XL Axiata Tbk. (EXCL), PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES), dan PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI).

Senada dengan pandangan tersebut, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, meyakini bahwa indeks komposit akan melanjutkan penguatan setelah ditutup positif pekan lalu. Namun, ia mengingatkan adanya risiko koreksi jangka pendek apabila data domestik di bawah ekspektasi atau jika pidato The Fed cenderung hawkish. Ketidakpastian global seperti fluktuasi harga komoditas dan pergerakan arus modal asing juga berpotensi menekan IHSG dengan level support di 8.022.

Beberapa sentimen domestik yang akan mendukung pergerakan positif IHSG meliputi stabilitas ekonomi Indonesia. Inflasi September 2025 yang tercatat 2,65% secara tahunan masih berada dalam target Bank Indonesia, didukung oleh sektor manufaktur yang tetap ekspansif dengan PMI di angka 50,4. Dari sisi fiskal, pemerintah telah menyiapkan stimulus tambahan pada kuartal IV/2025 untuk mendongkrak daya beli masyarakat, ditambah stimulus khusus Natal dan Tahun Baru senilai hampir US$2 miliar, melengkapi total US$4,5 miliar stimulus yang telah digelontorkan.

Imam menambahkan, perkembangan positif ini juga diperkuat oleh surplus neraca perdagangan yang melonjak menjadi US$5,49 miliar pada Agustus 2025.

Sementara itu, sentimen global masih didominasi oleh kekhawatiran ‘government shutdown‘ di AS yang berisiko merugikan ekonomi, meskipun data pasar kerja (JOLTs) menunjukkan ketatnya tenaga kerja. Di tengah situasi ini, pasar memproyeksikan probabilitas 96,2% The Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Pelaku pasar akan menyoroti agenda penting dari The Fed, termasuk pidato dari dua pejabatnya, Raphael Bostic dan Michelle Bowman, serta rilis FOMC Minutes pada 8 Oktober 2025. Selain itu, investor juga menantikan data Initial Jobless Claims pada 9 Oktober 2025 untuk mencari petunjuk mengenai arah suku bunga, terutama sinyal pelonggaran kebijakan moneter di tengah tren pelemahan ekonomi.

Dari dalam negeri, rilis data kunci pekan depan mencakup posisi Cadangan Devisa BI (7 Oktober) yang krusial untuk mengukur ketahanan eksternal, data penjualan ritel (9 Oktober), serta data penjualan motor dan mobil (9–10 Oktober). “Rangkaian data ini sangat penting karena akan memberikan gambaran kekuatan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat kelas menengah, yang merupakan katalis utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun,” pungkas Imam.

Seiring proyeksi optimistis tersebut, IPOT merekomendasikan ASII, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) pada pekan depan.

Saham ASII disematkan rekomendasi beli dengan target harga Rp6.075 per saham. Proyeksi ini didasarkan pada potensi sentimen positif seiring peningkatan aktivitas konsumsi dan penjualan kendaraan usai pemerintah menyiapkan stimulus untuk 30 juta keluarga, serta dorongan proyek infrastruktur menjelang akhir tahun.

Adapun, saham JSMR berpeluang meraih katalis positif didukung oleh meningkatnya mobilitas masyarakat dan belanja infrastruktur pemerintah. Saham BUMN ini direkomendasikan buy on pullback dengan target harga Rp4.100 per saham.

Saham ICBP juga dinilai berpotensi mendapat sentimen positif sejalan dengan stabilnya inflasi domestik dan daya beli masyarakat yang mulai pulih menjelang kuartal IV/2025. Saham Grup Salim ini meraih peringkat beli dengan target harga Rp10.050.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

IHSG diproyeksikan melanjutkan penguatan pada pekan depan didorong oleh sentimen positif dari dalam dan luar negeri. Saham-saham unggulan seperti ASII, JSMR, dan ICBP diperkirakan menjadi motor penggerak utama. Penguatan didukung oleh nilai tukar rupiah yang stabil, aksi korporasi, dan data ekonomi yang diperkirakan positif seperti cadangan devisa dan indeks kepercayaan konsumen.

Beberapa analis merekomendasikan saham ASII, JSMR, dan ICBP untuk dicermati pada pekan depan. Rekomendasi ini didasarkan pada potensi peningkatan konsumsi, proyek infrastruktur, dan stabilnya inflasi domestik. Investor juga perlu mewaspadai risiko koreksi jangka pendek jika data domestik di bawah ekspektasi atau sentimen global negatif.