IHSG Berpeluang Uji Level 8.500, Saham Bluechip jadi Magnet Investor

Ifonti.com, JAKARTA – Prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan tetap menunjukkan tren bullish yang kuat, didorong oleh perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan, berbagai stimulus pemerintah yang efektif, serta ekspektasi kuat terhadap potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI).

Pernyataan ini disampaikan oleh Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, yang menilai kondisi positif tersebut cenderung meningkatkan selera risiko investor. Ini, lanjutnya, membuka ruang bagi indeks acuan untuk kembali menguji area resistansi di level 8.500. Bahkan, pada hari Senin (17/11/2025) IHSG telah berhasil mencetak rekor all-time high (ATH) baru, menguat 0,55% mencapai 8.416,88. Indeks komposit dibuka pada 8.397,83 dan sempat menyentuh posisi tertingginya di 8.452,32.

Secara teknikal, Ekky menambahkan, struktur pergerakan indeks mulai membentuk higher low, sebuah indikasi tren penguatan. Selain itu, stabilitas aliran dana asing yang terlihat dalam beberapa minggu terakhir turut menjadi indikator positif bagi pergerakan pasar saham Indonesia. “Selama tidak ada kejutan besar yang datang dari faktor eksternal, peluang IHSG untuk menembus level 8.500 tetap cukup terbuka lebar,” ujarnya kepada Bisnis.

Ekky menjelaskan bahwa meskipun sentimen global seperti hasil FOMC Minutes, data PMI, dan klaim pengangguran dari Amerika Serikat (AS) masih akan terasa dalam jangka pendek, porsi kepemilikan investor asing di pasar saham Indonesia kini telah berkurang signifikan dibanding periode sebelumnya. Kondisi ini membuat gejolak dari isu global, seperti data ekonomi AS, cenderung tidak terlalu memukul pasar domestik.

Di sisi lain, sentimen domestik, seperti arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan perbaikan kinerja emiten, justru mengambil peran dominan dalam menentukan arah pergerakan IHSG. Meski demikian, rilis data ekonomi AS masih berpotensi memicu volatilitas harian di pasar modal Tanah Air.

Dari perspektif sektor, Ekky menyoroti bahwa saham-saham bluechip yang sebelumnya tertinggal mulai menarik untuk kembali dikoleksi seiring dengan kembalinya aliran dana asing. Sektor-sektor seperti konsumer, keuangan, dan energi batu bara diproyeksikan paling responsif terhadap sentimen pelonggaran suku bunga. Sektor properti dan telekomunikasi juga diperkirakan akan menyusul dengan respons positif.

Kombinasi valuasi yang kini cenderung murah dan pulihnya aliran modal masuk asing menjadikan sektor-sektor ini motor penggerak potensi IHSG dalam waktu dekat. Ini membuka peluang menarik bagi investor untuk mendapatkan saham pilihan dengan fundamental yang kuat.

Dihubungi secara terpisah, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memperkuat pandangan bahwa prospek IHSG diperkirakan masih berada dalam fase uptrend. Hal ini didukung oleh pergerakan indikator MA 20 dan MA 60 yang menunjukkan positive crossover, mengindikasikan momentum kenaikan yang kuat.

Menurut analisis Nafan, IHSG saat ini memiliki level support di 8.355 dan 8.310, sementara level resistance berada di 8.448 dan 8.506. Untuk mengoptimalkan potensi keuntungan, investor direkomendasikan untuk menerapkan strategi buy on dip, melakukan akumulasi saham pilihan dengan prospek solid, serta senantiasa menerapkan manajemen risiko yang cermat. “Secara teknikal, IHSG jelas berada dalam fase uptrend. Level resistance kedua kami tetapkan di 8.506, seiring dengan sentimen positif dari berakhirnya penutupan pemerintahan AS atau government shutdown yang berlangsung 43 hari, terpanjang sepanjang sejarah,” jelasnya kepada Bisnis.

Nafan juga menuturkan bahwa sentimen global, seperti berakhirnya government shutdown di AS, diproyeksikan akan memengaruhi perilaku The Fed dalam menentukan arah kebijakan suku bunga. Potensi penurunan Fed Rate pada Desember yang dinilai masih terbuka di atas 50% tetap menjadi perhatian utama, meskipun ada kemungkinan kebijakan tersebut akan mundur ke Januari 2026. Selain itu, data makroekonomi penting seperti PMI, non-farm payroll (NFP), dan consumer price index (CPI) Amerika Serikat juga menjadi fokus utama investor.

Dari sisi domestik, seluruh mata investor menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait kebijakan suku bunga. Keputusan bank sentral diharapkan tidak hanya mencerminkan komitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga stabilitas pasar modal secara keseluruhan. “Investor menantikan terkait hasil RDG. Sejauh mana komitmen bank sentral dalam mewujudkan dukungan terhadap pro-growth dan pro-stability, sehingga nantinya bisa memberikan dampak positif terhadap pasar,” pungkas Nafan.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.