Ifonti.com, JAKARTA – Saham perbankan papan atas seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menjadi target aksi jual yang masif oleh investor asing sepanjang tahun 2025. Fenomena ini menarik perhatian pasar keuangan.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Stockbit, dalam periode 1 Januari hingga 3 September 2025, BBCA mencatat angka net sell asing yang fantastis, mencapai Rp23,3 triliun. Sementara itu, BMRI juga tidak luput dari tekanan serupa, mengalami net sell asing sebesar Rp13,2 triliun dalam kurun waktu yang sama.
Melihat kondisi pasar yang ada, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, mengutarakan pandangannya bahwa semester II/2025 saat ini justru dapat menjadi momentum emas bagi emiten perbankan untuk memperbaiki kinerjanya.
: Ramalan Nasib Saham Bank BBCA, BMRI Cs di Tengah Fenomena September Effect
Berbagai sentimen positif diperkirakan akan menyokong pemulihan ini. Di antaranya adalah relaksasi kebijakan moneter global, meredanya gejolak geopolitik dunia, termasuk perkembangan kebijakan tarif AS hingga konflik antarnegara, serta adanya dorongan kuat dari perekonomian Indonesia yang semakin stabil. Stabilitas ini mencakup daya beli masyarakat yang terjaga dan nilai tukar rupiah yang lebih kokoh.
“Selain itu, kami juga memperkirakan adanya potensi kembalinya aliran dana asing (inflow asing), khususnya seiring dengan potensi pemangkasan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) hingga Desember 2025. Hal ini diharapkan akan membantu menopang pergerakan harga BBCA dan BMRI, yang keduanya memiliki bobot besar terhadap pergerakan IHSG,” ujar Oktavianus kepada Bisnis pada Kamis (4/9/2025).
: : Terpukul Efek Demo, Potensi Cuan Saham BBCA Serok Bawah
Anjloknya harga saham emiten bank dengan kapitalisasi pasar jumbo ini secara signifikan menggeret laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berdasarkan statistik dari Bursa Efek Indonesia (BEI), BBCA dan BMRI tercatat sebagai pemuncak daftar saham penekan IHSG (top laggards) sejak awal tahun hingga 3 September 2025.
Sejak awal tahun, harga BBCA telah jeblok 17,57%, memberikan beban indeks sebesar 114,51 poin. Sementara itu, BMRI mencatat penurunan harga yang lebih dalam, mencapai 18,95%. Meskipun dengan market cap yang lebih kecil dibanding BBCA, saham emiten Himbara ini tetap membebani IHSG sebesar 95,74 poin.
: : IHSG Merangkak Naik, Saham BBCA dan BMRI Masih Dilego Asing
Jika menilik kondisi keuangan internal perusahaan, Oktavianus mencatat bahwa Bank BCA pada semester I/2025 mengalami perlambatan. Capaian laba bersih tumbuh 8% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp29 triliun, disertai pertumbuhan pinjaman sebesar 12,9% YoY, serta menghasilkan net interest margin (NIM) yang solid sebesar 5,8%. Meskipun demikian, dengan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 78%, ini menunjukkan aktivitas pemberian kredit yang cenderung lebih konservatif.
Di sisi lain, untuk Bank Mandiri, Oktavianus berdasarkan data kuartal I/2025 mencatat bahwa bank Himbara ini membukukan laba bersih sebesar Rp13,2 triliun, tumbuh 3,9% YoY. Namun, NIM-nya justru turun secara tahunan sebesar 27 basis poin menjadi 4,8%, meskipun pertumbuhan pinjaman tercatat kuat sebesar 16,5% YoY.
Menurut Oktavianus, kinerja kedua perusahaan tersebut menjadi bukti nyata bahwa emiten perbankan sangatlah sensitif terhadap kebijakan moneter dan faktor daya beli masyarakat, yang secara langsung mempengaruhi penyaluran kredit.
“Kami berpandangan bahwa kinerja kedua bank besar tersebut cenderung lebih konservatif dengan adanya tekanan di beberapa pos penting. Hal ini sejalan dengan sentimen tingginya suku bunga BI, kemudian permintaan kredit yang menurun, berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit hanya sebesar 7,03% YoY per Juli 2025 lalu,” pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham perbankan seperti BBCA dan BMRI mengalami aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing secara signifikan sepanjang tahun 2025, dengan BBCA mencatat Rp23,3 triliun dan BMRI Rp13,2 triliun. Namun, Kiwoom Sekuritas Indonesia melihat semester II/2025 sebagai momentum bagi emiten perbankan untuk memperbaiki kinerja, didukung oleh relaksasi kebijakan moneter global dan stabilitas ekonomi Indonesia.
Anjloknya harga saham BBCA dan BMRI turut membebani IHSG, dengan keduanya menjadi saham penekan indeks terbesar. Meskipun demikian, terdapat potensi kembalinya aliran dana asing (inflow) seiring potensi pemangkasan Federal Funds Rate (FFR), yang diharapkan dapat menopang pergerakan harga BBCA dan BMRI.