IHSG Kebal Shutdown AS? Analisis Ketahanan Pasar Modal Indonesia

Ifonti.com, JAKARTA — Ketidaksepakatan anggaran operasional di tingkat Kongres yang memicu penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal sebagai shutdown AS, diperkirakan akan membawa riak dampak tidak langsung ke pasar saham Indonesia. Menariknya, meskipun situasi ini mencengkeram ekonomi global, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Tanah Air justru menunjukkan ketahanan luar biasa, bahkan berhasil mencetak rekor tertinggi baru (all-time high/ATH) dua kali beruntun sejak shutdown AS resmi berlaku pada 1 Oktober 2025.

Reza Priyambada, Director Reliance Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa implikasi dari shutdown AS ini akan sangat bergantung pada bagaimana persepsi pelaku pasar terbentuk, dengan adanya dua skenario yang mungkin terjadi. “Pertama, dengan adanya shutdown tersebut tampaknya membuat nilai tukar dolar AS melemah sehingga rupiah dapat terapresiasi. Dan ini dapat direspons positif oleh pelaku pasar,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/10/2025).

Skenario positif ini telah terefleksi dalam pergerakan mata uang dan pasar saham Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada hari itu ditutup menguat 0,13% atau 22 poin, bertengger di Rp16.561 per dolar AS, melanjutkan tren positif dari perdagangan sehari sebelumnya. Di sisi lain, IHSG pada Senin (6/10/2025) berhasil ditutup naik 0,27% ke level 8.139, diiringi oleh aksi net buy asing sebesar Rp2,02 triliun. Momentum positif ini berlanjut pada Selasa (7/10/2025), saat IHSG kembali menguat 0,36%, menembus level ATH baru di 8.169 dan memecahkan rekor yang baru saja dicetak sehari sebelumnya.

Apresiasi Rupiah yang disebabkan oleh pelemahan dolar AS secara otomatis menjadi daya tarik bagi aliran modal asing untuk masuk ke dalam negeri. “Jika dilihat dari terapresiasinya rupiah maka tentunya akan positif bagi meningkatnya aliran modal, terutama asing untuk masuk ke dalam negeri. Yang paling cepat masuk memang biasanya ke pasar saham maupun obligasi pemerintah,” jelas Reza. Transmisi dampak positif ini juga diperkirakan akan merambah ke saham-saham emiten di sektor ritel, teknologi, telekomunikasi, hingga sektor lain yang berorientasi impor. Terbukti pada perdagangan Senin, IDX sektor teknologi melonjak 2,36% ke 11.741,88, sektor basic materials naik 1,18% ke 2.021,45, dan sektor infrastruktur menguat 2,01% ke 1.904,07.

Namun, Reza juga mengingatkan bahwa shutdown AS berpotensi direspons negatif oleh pelaku pasar. Penghentian operasional pemerintahan AS ini dapat memicu kekhawatiran akan terganggunya perdagangan antarnegara, yang secara langsung atau tidak langsung akan berimbas pada Indonesia. Salah satu contoh dampaknya adalah terhentinya sementara negosiasi tarif antara pemerintah AS dan Indonesia.

Dengan shutdown AS yang telah memasuki hari keenam tanpa kepastian kapan akan berakhir, situasi ini menciptakan ketidakpastian yang mendalam terutama terkait kebijakan moneter, termasuk kapan penentuan suku bunga The Fed akan dilakukan. “Ini akan memberikan ketidakpastian sehingga pelaku pasar akan cenderung menghindari atau menjauhi aset berisiko seperti pasar saham, dan cenderung beralih ke aset safe haven seperti emas,” papar Reza. Ia menambahkan, dampak keseluruhan akan sangat tergantung pada seberapa lama kondisi ketidakpastian ini berlangsung. Apabila The Fed masih mempertahankan sikap mengambang untuk waktu ke depannya, ketidakpastian ini berpotensi berlarut-larut, yang dapat memengaruhi sentimen investor secara signifikan.

Ringkasan

Shutdown AS diperkirakan memiliki dampak tidak langsung pada pasar saham Indonesia. Namun, IHSG menunjukkan ketahanan dengan mencetak rekor tertinggi baru (ATH) dua kali berturut-turut sejak shutdown berlaku. Director Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada, menjelaskan bahwa dampak shutdown AS tergantung pada persepsi pelaku pasar, dengan potensi pelemahan dolar AS yang dapat menguntungkan Rupiah.

Apresiasi Rupiah dapat menarik aliran modal asing ke pasar saham dan obligasi, khususnya ke sektor ritel, teknologi, telekomunikasi, dan sektor berorientasi impor. Namun, shutdown AS juga berpotensi direspons negatif karena memicu kekhawatiran akan terganggunya perdagangan antarnegara dan ketidakpastian kebijakan moneter The Fed, yang dapat membuat investor beralih ke aset safe haven.